Page 50 - Reforma Agraria Tanah Ulayat
P. 50
Namun, perlu diperhatikan bahwa proses politik reforma agraria
ini tidak bisa dilepaskan dari dominasi para elit–pembuat
kebijakan–karena reforma agraria (khususnya land reform) di
negara berkembang biasanya merupakan perubahan struktur
28
agraria yang dibawa dari atas (kebijakan makro). Karenanya,
studi Mohamad Shohibuddin dan Ahmad Nashih Luthfi masih
jauh dari kata ‘cukup’ untuk menjelaskan pelaksanaan reforma
agraria atas tanah ulayat masyarakat adat.
Kemudian, studi khusus terhadap konflik klaim hak antara
Masyarakat Adat Senama Nenek dengan PTPN V sebetulnya
juga pernah dilakukan. Misal, Askardi (2016) meneliti tentang
perkembangan pola perlawanan atau resistensi yang dilakukan
Masyarakat Adat Senama Nenek sebelum dan sesudah runtuhnya
Orde Baru terhadap penyerobotan tanah ulayat mereka oleh PTPN
V. Studinya ia beri judul “Melawan Penyingkiran (Studi Kasus:
Perkembangan Pola Perlawanan Masyarakat Adat Kenegerian
Senama Nenek pada Masa Orde Baru dan Orde Reformasi Terhadap
Pendudukan Tanah Ulayat oleh PTPN V di Desa Senama Nenek,
Kecamatan Tapung Hulu, Kabupaten Kampar, Riau)”.
Hasil dari kajian Askardi menunjukkan ada dua bentuk
perlawanan yang dilakukan oleh Masyarakat Adat Senama
Nenek, yaitu pola resistensi tertutup (hidden transcript) dan pola
resistensi terbuka (public transcript). Pola perlawanan terbuka
dan kolektif tidak serta merta menghilangkan pola perlawanan
tertutup dan individualistik. Karena bentuk perlawanan yang
dilakukan pada pola tertutup masa Orde baru masih dilakukan
28 Hung-chao Tai, Land Reform and Politics: A Comparative Analysis, University of California
Press, Berkeley, Los Angeles, London, 1974, pp. 8-9.
Pendahuluan 15