Page 49 - Reforma Agraria Tanah Ulayat
P. 49
dari kebijakan reforma agraria yang diatur dalam Perpres No.
86 tahun 2018. Jadi, studi ini jauh dari “apa yang senyatanya”
terjadi di lapangan. Bagaimana impak kebijakan secara langsung
terhadap masyarakat adat sama sekali tidak tergambarkan di
dalamnya.
Riset yang lebih menggambarkan bagaimana praktik reforma
agraria di lapangan, dapat dilihat pada kajian yang dilakukan
25
Mohamad Shohibuddin dan Ahmad Nashih Luthfi. Menurut
mereka, pada tahun 1947 di Desa Ngandagan sebuah inisiatif lokal
sukses melakukan reforma agraria, dengan hanya mengandalkan
kewenangan desa. Desa berhasil mengatur ulang alokasi tanah
komunal yang dikuasai secara perorangan. Pengaturan ulang
itu disandarkan pada interpretasi ulang atas hukum adat yang
mengatur sistem tenurial setempat. 26
Meski berbicara reforma agraria atas tanah masyarakat adat,
tetapi studi Mohamad Shohibuddin dan Ahmad Nashih Luthfi
tidak melihat hal itu merupakan produk dari kekuatan ekonomi
politik yang berada di luar lingkup kelokalan masyarakat adat.
Bahkan, mereka dengan terang mengatakan bahwa pelaksanaan
reforma agraria di Desa Ngandagan tanpa ditopang oleh dukungan
legal apapun dari perundang-undangan yang lebih tinggi. 27
Sementara, menurut Hung-chao Tai memang dalam mem-
bahas politik reforma agraria dapat dilihat tiga kekuatan utama,
yaitu; tuan tanah (landlords), elit (elite), dan petani (peasants).
25 Mohamad Shohibuddin dan Ahmad Nashih Luthfi, Land Reform Lokal a La Ngandagan:
Inovasi Sistem Tenurial Adat di Sebuah Desa Jawa, 1947-1964, STPN Press dan Sajogyo
Institute, Yogyakarta, 2010.
26 Ibid., hlm. 137-155.
27 Ibid.
14 Reforma Agraria Tanah Ulayat