Page 88 - Reforma Agraria Tanah Ulayat
P. 88
ini, ideologi berkaitan dengan aspek rasional dari tindakan
komunitas masyarakat adat ketika memperlakukan harta
kekayaan yang diperoleh dari hak-hak berdasarkan hukum adat
yang diamininya. Ideologi ini pula yang akan menentukan siapa,
dengan cara apa, dan sejauh mana seseorang dapat mengakses
sumber daya tanah ulayat yang berada di Senama Nenek.
Hubungan antara masyarakat adat dengan harta benda
yang berwujud–seperti: tanah, rumah, hutan, kebun dan
sebagainya–melahirkan apa yang disebut sebagai harta Pusako.
Hal ini sesungguhnya selaras dengan praktik adat-istiadat yang
berlaku dalam pemerintahan Kedatuan Andiko Nan 44 dan di
Minangkabau. Harta pusako memiliki dua bentuk, yaitu Pusako
74
Tinggi dan Pusako Rendah.
Pertama, Pusako Tinggi. Harta pusaka tinggi ini diyakini
dan dipercayai berasal dari warisan nenek moyang ke anak dan
kemenakan dari dulu hingga sekarang. Karena adanya relasi
magis berkaitan dengan nenek moyang, maka harta pusaka tinggi
sering kali dalam praktiknya juga disebut sebagai harta soko.
Harta ini boleh dikelola oleh anak dan kemenakan baik laki-
laki dan perempuan, selama dalam satu perut persukuan yang
sama. Namun, terhadap harta pusaka tinggi hanya diberi hak
pakai atau hak guna bagi keturunan yang mengelolanya. Contoh
pusaka tinggi adalah ulayat, rumah pekarangan, sawah, dan polak
(kebun). Harta ini tidak boleh diperjual-belikan. Jika kemudian
ada yang berani menjual atau menggadaikan harta pusaka tinggi
maka akan dianggap sebagai orang tidak beradat yang tidak
233. Lihat juga Dominick LaCapra, “Culture and Ideology: From Geertz to Marx,” Poetics
Today, Vol. 9, No. 2, 1988, hlm. 378.
74 Mohamad Sabri bin Haron dan Iza Hanifuddin, Loc. Cit.
Masyarakat Adat Senama Nenek 53