Page 93 - Reforma Agraria Tanah Ulayat
P. 93
Di atas tanah ulayat para anggota masyarakat adat
melangsungkan hidup dan kehidupan, mereka berladang dengan
tipe peladang berpindah. Model demikian sering dikenal dengan
istilah berladang kasang. Berladang kasang adalah menanam padi
(manugagh) dengan merambah hutan belantara. Cara bertaninya
yakni dengan menebangi pohon dan merambah ilalang atau
semak belukar, kemudian membakarnya. Meski demikian, tidak
semua hutan dirambah hingga menjadi gundul. Mereka membuka
hutan dengan cara bertahap dan berpindah secara memutar,
bukan sekaligus secara besar-besaran. Setelah padi yang ditanam
dipanen, lalu lahan tersebut akan di tinggal. Di masa datang
dilanjutkan pada lokasi lain. 84
Meskipun suatu lahan ulayat ditinggalkan, bekas-bekas
pemanfaatan lahan tersebut akan terus ada, seperti yang terjadi
di Senama Nenek di mana masih dijumpai adanya tanaman
manggis, durian, langsat, dan bahkan kuburan di sisa-sisa lahan
85
ulayat yang dikelola. Sehingga anak keturunan dari suatu suku
atau klan akan terus mewarisi klaim hak akses terhadap lahan
tersebut. Klaim hak akses ini bukan dalam arti memiliki sebidang
lahan dalam ulayat secara mutlak (hubungan privat), tapi hak
akses dalam arti mengelola dan mengambil manfaat untuk
keperluan rumah tangga (hubungan publik). Ninik Mamak atau
Pucuk Suku mengontrol secara ketat pemanfaatan lahan tersebut.
Yogyakarta, 2007, hlm. 2-13. Lihat juga C van Vollenhoven, De Indonesiër en Zijn Grond,
diterjemahkan oleh Soewargono, STPN Press, Yogyakarta, 2013, hlm. 9-10.
84 Masykuri dan Sutrisno Kutoyo, Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Riau, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Pekanbaru, 1983, hlm. 15. Lihat juga M. Taufik, Islam Kampar:
Harmoni Islam dan Tradisi Lokal, Idea Press Yogyakarta, Bantul, 2012, hlm. 62-64.
85 Wawancara T, 24 Maret 2021; dan Wawancara S, 2 April 2021.
58 Reforma Agraria Tanah Ulayat