Page 92 - Reforma Agraria Tanah Ulayat
P. 92
Sebagai “kombuik bonigh kandang pusako” (tempat benih,
kandang pusaka), yakni yang bertugas menjaga dan memelihara
harta kekayaan milik suku dan/atau negeri (baik; hutan, tanah,
harta peninggalan pendahulu, rumah, silsilah/tambo, dan
sebagainya), maka diamanahkan hal tersebut kepada pucuk suku
dari masing-masing klan untuk ulayat suku dan kepada pucuk
82
adat/pucuk penghulu untuk ulayat negeri. Peran Pucuk Adat
atau Pucuk Penghulu Negeri Senama Nenek tidak terlalu dominan
mengatur hubungan hukum orang perorangan dalam mengakses
tanah ulayat. Selama Pucuk Suku dapat menjalankan tugasnya
dengan baik dalam mengelola ulayat sukunya, sesuai alur dan
patut serta tidak merugikan anak dan kemenakan, maka selama
itu peran Pucuk Adat tidak terlalu diperlukan.
Meskipun dalam hubungan sosial terkecil (rumah tangga
keluarga) hak penguasaan, pemilikan dan pemanfaatan terhadap
suatu ulayat suku sesungguhnya hanya diberikan kepada setiap
anggota dalam satu suku tersebut. Namun, akses terhadap
keseluruhan lahan ulayat yang ada di negeri itu dapat diolah
atau diusahakan oleh setiap anggota suku mana pun, selama ia
termasuk dalam salah satu dari lima klan Masyarakat Adat Senama
Nenek. Demikianlah, meskipun Suku Melayu tidak memiliki
ulayat suku, tetapi anak dan kemenakan dari suku tersebut dapat
mengusahakan hasil lahan dari setiap ulayat suku yang ada di
dalam wilayah kenegerian. Bahkan, orang dari luar lima suku yang
terdapat di Senama Nenek juga diperbolehkan mengakses setiap
petak lahan yang ada di ulayat Negeri Senama Nenek selama ia
memperoleh izin dari kepala suku yang berwenang dalam ulayat
suku itu. 83
83 Wawancara SMN, 24 Maret 2021. Imam Sudiyat, Hukum Adat: Sketsa Asas, Liberty,
Masyarakat Adat Senama Nenek 57