Page 152 - Dari Dirjen Agraria Menuju Kementerian Agraria: Perjalanan Sejarah Kelembagaan Agraria 1948-1965
P. 152
Landreform menurut UUPA masih memberi hak pemilikan
tanah sampai 20 ha. UUPA membatasi gerak tuan tanah dan
mengatur berdasarkan lingkungan keluarga dan kepadatan
penduduknya di tiap daerah. Sedangkan UUPBH baru membatasi
eksploitasi tuan tanah terhadap kaum tani dalam bentuk bagi
hasil, sewa tanah, dan hasil panen. Implementasi UUPA dengan
sungguh-sungguh, akan menguntungkan kaum tani yang tidak
bertanah, dan petani miskin dengan pembagian kelebihan tanah
kepada mereka. Pasal 7 UUPA menerangkan, pemilikan dan
penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan.
Pasal 17 mengatur luas maksimum dan minimum tanah yang
boleh dimiliki dengan suatu hak tersebut. Aneka hak dalam pasal
16 meliputi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak
guna air, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil
hutan, hak pemeliharaan dan enangkapan ikan, dan hak guna
ruang angkasa.
Tanah bengkok juga dibatasi. Dalam UU No.56 Prp. 1960
pasal 1 ayat 4 dinyatakan bahwa luas maksimum penguasaan
tanah pertanian tak berlaku bagi tanah pertanian yang dikuasai
dengan hak guna usaha atau hak lainnya yang bersifat sementara
dan terbatas. Berdasarkan hal ini pihak yang berkepentingan
menganggap bahwa luas tanah bengkok tidak dikenakan
pembatasan. Imbasnya, muncul ketidakadilan pemilik tanah
yang dikenakan batas maksimum. Dikatakan adil bila kalangan
tani yang melaksanakan UUPA menuntut agar tanah bengkok
pamong desa dibatasi luasnya dengan ketentuan UU. 56/1961
dan selanjutnya pemerintah agar membentuk pemerintahan
desa yang otonom dan demokratis. Pembatasan maksimum luas
pemilikan tanah dan penguasaan tanah pertanian ditetapkan
dalam Peraturan Pemerintah Pengganti UU/Perpu/No.56
tahun 1960. Pembatasan maksimum luas tanah pertanian
bagi keluarga dan Daerah Tingkat II tidaklah sama tergantung
kepadatan penduduk. Pemilik yang punya tanah melebihi batas
Perjalanan Sejarah Kelembagaan Agrariia, 1948-1965 141