Page 156 - Dari Dirjen Agraria Menuju Kementerian Agraria: Perjalanan Sejarah Kelembagaan Agraria 1948-1965
P. 156

maka didiskusikan kepada Menteri Agraria untuk memperoleh
                   keputusan.
                        Mengenai penghapusan bentuk-bentuk penghisapan
                   lainnya. UU No.56 Prp. Tahun 1960 pasal 7 ayat 1 mengatur
                   barang siapa menguasai tanah pertanian dengan hak gadai dari
                   mulainya peraturan ini dan berlangsung 7 tahun atau lebih, wajib
                   mengembalikan tanah itu kepada pemilik dalam waktu sebulan
                   selepas panen, tanpa hak menuntut pembayaran tebusan.
                        Petani menggadaikan tanahnya lantaran belum membayar
                   hutang, lalu tanah itu berubah nama hak miliknya, maka berarti
                   telah merampas hak orang lain tanpa sepengetahuan pemilik.
                   Tindakan ini bisa dituntut. Ada beberapa jenis gadai, yaitu gadai

                   tanah dengan tebusan. Selama belum ditebus, kekuasaan tanah
                   dirampas oleh pelepas uang atau hasil selama itu diperhitungkan
                   sebagai bunga. Banyak petani dipaksa melepas hak garap tanah
                   selama puluhan tahun. Gadai tanah hasil tanaman bukan hanya
                   dipakai sebagai bunga tapi juga angsuran. Gadai yang dipungut
                   tuan tanah, kepala suku, marga, dan sebagainya bukanlah gadai,
                   tapi uang muka. Jenis gadai ini tidak terbentur UU No.56 Prp.
                   Tahun 1960 pasal 7, namun kaum tani berhak mengerjakan tanah
                   itu. Kalau berlaku bagi hasil, petani tidak boleh lagi dipungut
                   uang gadai itu.
                        UU No.56 Prp. Tahun 1960 pasal 9 ayat 1 mengatur
                   pemindahan hak. Dinyatakan bahwa pemindahan hak atas
                   tanah dilarang, kecuali pembagian waris. Larangan itu tidak
                   berlaku bila penjual hanya bertanah dengan luas kurang dari 2
                   ha dan dijual sekaligus. Mengenai hak wanita atas tanah. Selama
                   masih warga negara Indonesia, ia memiliki hak yang sama
                   dengan pria. Kalau hak tanah gogolan dari waris yang sudah
                   meninggal dirampas namun ia tidak memperolehnya karena

                   alasan jenis kelamin wanita hal itu tidak dibenarkan. UUPA
                   No.5 tahun 1960 mengambil sikap yang sama terhadap persoalan
                   agraria, tanpa pandang bulu, tidak membedakan aliran politik,




                                Perjalanan Sejarah Kelembagaan Agrariia, 1948-1965  145
   151   152   153   154   155   156   157   158   159   160   161