Page 157 - Dari Dirjen Agraria Menuju Kementerian Agraria: Perjalanan Sejarah Kelembagaan Agraria 1948-1965
P. 157
kepercayaan agama, jenis kelamin, dan kedudukan. Para pejabat
juga dikenakan pembatasan maksimum penguasaan tanah dan
ketentuan lain.
UUPA No.5 tahun 1960 menegaskan bahwa hak dan
wewenang atas bumi dan air Swapraja atau bekas Swapraja
yang masih ada sejak diberlakukannya UU ini, dihapus dan
beralih kepada negara. Hak asing sudah jelas, diubah menurut
ketentuan UUPA, dikonversikan menjadi hak tanah menurut
hukum nasional Indonesia. Namun UUPA masih menjamin
modal asing dalam pasal 30 Ketentuan Peralihan pasal 55 UUPA
No.5 tahun 1960.
UUPBH No.2 tahun 1960 mengatur relasi kerja antara
pemilik tanah dengan tani penggarap bentuknya bagi hasil.
Perhitungan biaya dihitung bersama antara mereka dengan
jumlah yang sama 1:1. Untuk tanaman palawija, UUPBH
menyediakan pula perhitungan bagi hasil 2:1 bagi penggarap
dan pemilik. Bagi hasil untuk tani penggarap dilarang dikurangi.
Soal zakat diterangkan dalam penjelasan pasal 7 UU No.2 tahun
1960 ayat 2, yaitu bagi orang-orang yang beragama Islam saja dan
dapat mencapat hasil padi 14 kwintal. Sedangkan yang kurang
dari itu tak dikenakan zakat. Pengaturan ini ditentukan Bupati
Kepala Daerah supaya tidak muncul kericuhan. Tentang jangka
waktu perjanjian minimal 3 tahun untuk sawah dan 5 tahun tanah
kering, ini diterangkan di pasal 4 ayat 1 UUPBH No.2 tahun 1960.
Mengenai penggiatan pelaksanaan Landreform. Karena
banyak pelanggaran tuan tanah, maka pemerintah mengeluarkan
PMPA No.4 tahun 1964 sebagai landasan hukum mengambil
tindakan terhadap tuan tanah yang bertanah 2 ha ke atas yang
membagi hasil kepada orang lain. Petugas pelaksana UUPA
dan UUPBH sudah ada, namun kurang sempurna. Maka, perlu
dibentuk Panitia Pembagian Bagi Hasil di kecamatan dengan
Keputusan Menteri Muda Agraria No.Sk.322 Ka/1960 dan
Instruksi Bersama Menteri DANOD dengan Menteri Agraria
146 Dari Dirjen Agraria Menuju Kementerian Agraria