Page 168 - Himpunan Policy Brief: Permasalahan dan Kebijakan Agraria Pertanahan dan Tata ruang di Indonesia
P. 168
Permasalahan dan Kebijakan Agraria, Pertanahan, dan Tata Ruang di Indonesia 159
dapat digunakan. Hal ini dipertegas ketentuan Pasal 27 ayat (5) “Apabila telah diberikan kuasa
pertambangan pada sebidang tanah yang di atasnya tidak terdapat hak tanah, maka atas
sebidang tanah tersebut atau bagian-bagiannya tidak dapat diberi hak tanah kecuali dengan
persetujuan Menteri”.
Ketentuan Pasal 27 ayat (5) UU No. 11 Tahun 1967 mengatur pemberian hak atas tanah di
areal pertambangan secara tegas dinyatakan “tidak dapat”, namun dalam UU No. 4 Tahun
2009 kata “tidak dapat” berubah menjadi “dapat”.
Ketentuan Pasal 137 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara kepada Pemegang IUP yang telah melaksanakan penyelesaian terhadap
bidang-bidang tanah dapat diberikan hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Kata “dapat” artinya “tidak harus” atau hanya dalam keadaan tertentu
diberikan hak atas tanah, dengan demikian kata “dapat” ini harus diatur lebih lanjut.
Pasal 138 UU No. 4 Tahun 2009 menyatakan bahwa hak yang timbul dari IUP, bukan
merupakan hak pemilikan atas tanah. Antara IUP, pemilikan tanah dan hak atas tanah, jelas
sekali di bedakan.
Ketentuan Pasal 26 UU No. 11 Tahun 1967 menyatakan “ mereka yang berhak atas tanah
diwajibkan memperbolehkan pemegang kuasa pertambangan melakukan pekerjaan” dalam
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 kata diwajibkan ini tidak muncul namun diperhalus
dalam Pasal 135 yang menyatakan “ Pemegang IUP Eksplorasi atau IUPK Eksplorasi hanya dapat
melaksanakan kegiatannya setelah mendapat persetujuan dari pemegang hak atas tanah.
Pemberian IUP dengan demikian akan menggusur atau mengeliminir hak atas tanah.
Pemanfaatan tanah yang diperoleh pemegang hak atas tanah akan dapat dilakukan juga oleh
pemegang IUP. Artinya kewenangan pemegang IUP dalam hal pemanfaatan tanah jauh lebih
luas dari pemegang hak atas tanah, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 4 UUPA yaitu
pemegang hak atas tanah hanya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung
berhubungan dengan penggunaan tanah itu. Oleh karena, itu ditinjau dari pemanfaatan tanah
termasuk pemanfaatan tubuh bumi maka pemberian hak atas tanah kepada pemegang IUP
tidak diperlukan atau percuma diberikan. Pemberian hak atas tanah di areal pertambangan
hanya akan menambah birokrasi.
Ada atau tidak ada pemberian hak atas tanah di areal pertambangan tidak akan
menghambat diterbitkannya IUP. Bila alasan pemberian hak atas tanah ini untuk menjamin
kepastian hukum lokasi areal pertambangan, maka kepastian lokasi areal pertambangan dapat
dibuktikan dengan Peta Bidang tanah yang telah melalui proses kepastian hukum letak batas-
batasnya (Asas kontradiktur delimitasi) yang dibuat Badan Pertanahan Nasional dengan
penjelasan status hukum tanah berupa Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT). Kepastian
hukum letak batas areal lokasi pertambangan, dengan demikian tidak perlu dengan pemberian
hak atas tanah.