Page 166 - Himpunan Policy Brief: Permasalahan dan Kebijakan Agraria Pertanahan dan Tata ruang di Indonesia
P. 166
Permasalahan dan Kebijakan Agraria, Pertanahan, dan Tata Ruang di Indonesia 157
Kebun Sawit di areal pertambangan P.T. Timah di Air Sijuk Kab. Belitung
Khusus atas tanah-tanah yang telah dilakukan pembebasan, peraturan perundang-
undangan yang ada mengatur sebagai berikut:
1) Jika dibebaskan oleh perusahaan tambang maka hak penguasaan tanah tersebut ada pada
perusahaan tambang yang membebaskannya.
2) Jika tanah yang dibebaskan itu telah diterbitkan hak atas tanahnya, maka hak penguasaan
dari perusahaan tambang atas tanah tersebut berlangsung hingga berakhirnya jangka waktu
hak atas tanah. Setelah berakhirnya jangka waktu hak atas tanah, maka kewenangan
penguasaan atas tanah berada pada Otoritas Pertambangan yang menerbitkan izin bagi
perusahaan pertambangan yang bersangkutan, dan kemudian ditetapkan sebagai
BMN/BMD sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3) Khusus bagi tanah dalam areal pertambangan yang pembebasannya dilakukan oleh
perusahaan tambang berbentuk BUMN/BUMD, maka pasca tambang tanah tersebut
menjadi aset dari BUMN/BUMD yang bersangkutan dan penyelesaiannya dilakukan sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Rekomendasi
1. WP dan WK merupakan kewenangan publik tentang penunjukan potensi tambang,
sedangkan izin adalah pemberian kewenangan pada perusahaan tambang untuk melakukan
kegiatan usaha atas barang tambang. Oleh karena itu perlu dilakukan penegasan dalam
peraturan perundang-undangan–khususnya UU Pertanahan–bahwa WP, WK dan Ijin
bukanlah alas hak penguasaan atas tanah.
2. Wewenang penataan penguasaan tanah pasca tambang seyogianya ada pada Otoritas
Pertanahan.
3. Dalam hal tanah-tanah pasca tambang pemanfaatannya dimaksudkan untuk kepentingan
umum dan fungsi lindung, maka pemerintah daerah (kabupaten dan kota) diberikan
prioritas pertama untuk melakukan pengaturan dan pengelolaan atas tanah-tanah
dimaksud.