Page 267 - Berangkat Dari Agraria
P. 267
244 Berangkat dari Agraria:
Dinamika Gerakan, Pengetahuan dan Kebijakan Agraria Nasional
pengelolaan hutan belum menyejahterakan rakyat, bahkan belum
signifikan mengisi kas negara.
Dari sisi kepenguasaan sumber daya (tenure of resources) dikenal
istilah ”kawasan hutan”. Hampir 70 persen wilayah darat Indonesia
diklaim sebagai ”kawasan hutan” di bawah Kementerian Kehutanan.
”Kawasan hutan” tidak selalu berupa tegakan pohon yang rapat
dengan keragaman hayati di dalamnya. Banyak yang secara fisik
sudah berubah fungsi menjadi lahan pertanian, permukiman, dan
fasilitas umum yang tak ada hubungannya dengan konsep hutan
secara ekologis.
Pembentukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
merupakan terobosan berani Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Kabinet
Kerja ditunggu kerja nyatanya untuk perubahan. Dalam konteks
pengelolaan lingkungan hidup, kita menunggu penyelesaian tiga
agenda pokok. Pertama, pemulihan kerusakan lingkungan di
semua wilayah dan ruang kehidupan. Kedua, pencegahan sistematis
terhadap pembangunan yang berpotensi merusak lingkungan.
Ketiga, memastikan semua sektor terkait pengelolaan kekayaan alam
tunduk patuh pada prinsip pembangunan yang ”ramah lingkungan”.
Untuk itu, tak terelakkan harus memperbarui paradigma, konsep,
dan kebijakan kehutanan dan kekayaan alam nasional. Kondisi hutan
sebagai kekayaan alam utama (dulu disebut sebagai emas hijau)
sudah gawat darurat. Tegakan pohon dan keanekaragaman hayati
di dalamnya, baik kuantitas maupun kualitasnya, terus menyusut
tajam. Dari perspektif ekologi, keberadaan hutan perlu diproteksi
dan direhabilitasi agar pulih kemampuannya dalam menopang
kehidupan manusia dan seluruh spesies di Bumi.
Sinergi kelembagaan
Keputusan Mahkamah Konstitusi No 35/2012 yang
mengeluarkan eksistensi ”hutan adat” dari kerangkeng ”hutan
negara” menjadi momentum politik hukum guna meralat dan
memulihkan sistem penguasaan hutan beserta kekayaan alam di
dalamnya yang bersinggungan dengan hak-hak masyarakat adat.