Page 365 - Berangkat Dari Agraria
P. 365
342 Berangkat dari Agraria:
Dinamika Gerakan, Pengetahuan dan Kebijakan Agraria Nasional
Persaingan atau kerja sama dalam pertarungan politik inilah realitas
masyarakat manusia. Semua itu mesti jeda oleh puasa Ramadhan.
Makna puasa untuk menahan nafsu, termasuk nafsu memengaruhi
dan menguasai. Hal itu harus dibatasi, bahkan dihentikan supaya
puasa tak kehilangan makna. Makna puasa Ramadhan akan luntur
jika masih banyak manusia melakukan kampanye atas diri ataupun
organisasinya.
Tidak termasuk menahan nafsu, jika masih menebar gambar
dan ajakan untuk mengenal lalu memilihnya. Spanduk, baliho,
flyer, dan aneka alat peraga lainnya pada bulan Ramadhan dapat
“merusak” makna puasa. Puasa disulap menjadi komoditas politik
yang dikalkulasi dampaknya terhadap peningkatan polularitas, yang
mengarah pada elektabilitas politiknya.
Sebagai komoditas, puasa tak ubahnya barang dagangan yang
nilai makna hakikinya telah luruh sedemikian rupa. Makna puasa
bergeser menjadi arena perdagangan komoditas politik yang banal
diselimuti nafsu duniawi semata. Karena itu, dianjurkan kepada
umat Islam yang sekaligus makhluk politik, sepanjang Ramadhan
untuk menurunkan spanduk, baliho, dan sebagainya agar tak
mencederai makna puasa. Tahan nafsu meraih kekuasaan selama
dan setelah Ramadhan.
Politisasi puasa
Di sisi lain, kita kerap menyaksikan kebiasaan aktor-aktor
politik yang menjadikan puasa Ramadhan yang dipolitisasi.
Misalnya, safari Ramadhan, buka puasa bersama, menyantuni anak
yatim, membantu fakir miskin, dan kegiatan sosial lainnya. Lengkap
pula dengan liputan media massa dan media sosialnya. Puasa tak
menghendaki sikap riya. Maraknya iklan di televisi, koran-koran,
dan majalah, baik cetak maupun daring menjadi hal yang telanjang
dari komersialisasi puasa.
Perusahaan menjual makanan dan minuman gencar
mempromosikannya produknya melalui iklan media massa. Anda
boleh haus atau lapar pada siang hari. Selepas Maghrib, kami siap