Page 400 - Berangkat Dari Agraria
P. 400
BAB X 377
Beragam Respon Atas Pandemi Covid-19
melupakan etika dianggap lumrah. Persaingan hidup berubah
menjadi pertarungan demi kekuasaan semata. Demi uang atau
jabatan harga diri digadaikan. Tak peduli pihak lain teraniaya,
tersakiti bahkan hancur. Petani tak dihargai sama sekali. Jauh dari
gambaran ideal Pancasila.
Ya, praktik nilai-nilai dasar yang ideal kini nampak sekarat.
Ini krisis serius di negeri yang mengaku ber-Pancasila. Tak pelak,
diperlukan gerakan nasional untuk membudayakan nilai-nilai luhur
bangsa dalam kerja dan karya nyata.
Budaya Gotong Royong
Pandemi Covid-19 mengingatkan pentingnya pemerintah untuk
selalu bergandengan tangan dengan masyarakat. Petani sebagai
mayoritas, berdiri paling depan dalam gerakan ini. Pengungkit
ideologis yang selalu relevan telah dipaparkan Bung Karno pada 1
Juni 1945. Setelah menguraikan akar historis dan filosofis dari setiap
sila dalam Pancasila, di depan BPUPKI, Bung Karno mengungkap
saripati Pancasila, yakni: gotong royong!
Sang Proklamator menyatakan, “Negara Indonesia yang kita
dirikan haruslah negara gotong-royong. Alangkah hebatnya negara
gotong royong. Gotong royong adalah paham yang dinamis. Lebih
dinamis dari kekeluargaan. Kekeluargaan adalah satu paham yang
statis. Tetapi gotong royong menggabarkan satu usaha, satu amal,
satu pekerjaan, satu karyo, satu gawe”.
Demikianlah, gotong royong berarti pembantingan tulang
bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu-binatu
bersama. Amal semua buat kepentingan semua. Keringat semua
buat kebahagiaan semua. Holopis kuntul baris buat kepentingan
bersama. Itulah gotong royong, seru Bung Karno.
Bagi Frangky Sahilatua, Pancasila adalah rumah kita. Di rumah
Indonesia, kita bernaung dalam keberagaman yang menyatukan.
Kini muncul revitalisasi budaya gotong royong dalam semua dimensi
kehidupan, termasuk dalam membantu sesama di era pandemi
Covid-19. Aspek yang direvitalisasi bukan hanya pada semangatnya,