Page 394 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 394
Masalah Agraria di Indonesia
Tanah Jawa selama penjajahan terdesak keadaannya
berubah menjadi daerah pengambilan hasil bumi bahan
ekspor dengan cara paksa, yang mempengaruhi perubahan
keseimbangan kepadatan penduduk di satu daerah dengan
daerah lainnya. Meningkatnya pertambahan penduduk di
Jawa ditambah lagi dengan pendatangan budak-budak belian
dan emigrasi untuk keperluan perusahaan Belanda di Jawa.
Kepincangan karena tidak meratanya penyebaran pen-
duduk di seluruh Indonesia serta pengaruh politik ekonomi
kolonial, menimbulkan perbedaan besar kecilnya milik tanah
di antara petani di berbagai tempat di seluruh Jawa, seperti
ternyata dalam daftar di muka.
Dengan angka-angka dapat digambarkan beberapa ke-
adaan, besar kecilnya perusahaan pertanian rakyat di Jawa
sebagai berikut:
Rata-rata milik tanah rakyat di Jawa kurang dari ½ ha. Di
beberapa karesidenan bahkan hanya 1/3 ha dan di beberapa
daerah lainnya lagi rata-rata 0,8 ha.
Menurut laporan kemakmuran (Welvaartsrapport)
tahun 1913, 72% petani di Jawa tanahnya kurang dari 1 bahu
(0,7 ha) memiliki tanah seluas 36% dari luas tanah pertanian
seluruhnya.
Orang yang mempunyai tanah lebih dari 9 bahu (6,3 ha)
kurang dari 1% dari jumlah petani, memiliki 7,6% dari luasnya
tanah pertanian semuanya. Di antara mereka itu ada 1.200
orang yang tanahnya lebih dari 25 bahu (17,5 ha). Jumlah itu
pada tahun 1925 naik menjadi 3.787 orang.
Perkembangan pemusatan (concentratie) tanah itu
sangat berbeda-beda antara daerah-daerah di seluruh Jawa.
Pemusatan ini terutama terjadi di daerah Priangan, daerah
373