Page 396 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 396
Masalah Agraria di Indonesia
mempunyai pekarangan lebih dari satu tempat. Banyak di
antaranya orang yang tinggalnya tidak di desa itu yang dulu
dilarang.
Karena perubahan milik tanah di daerah itu sewa tanah
menjadi naik. Maka upah tenaga menjadi turun (pengaruh im-
bangan penawaran dan permintaan). Kalau pada tahun 1868
orang menuai padi upahnya (bawonnya) 1/3, serendah-
rendahnya 1/5 dari pendapatan, pada tahun 1928 bawon itu
antara 1/5 sampai 1/6, terkadang 1/7 sampai 1/8 dan terka-
dang lebih rendah lagi. Sekarang sampai 1/15–1/20.
Menurut laporan Dr. J. W. Meyer Ranneft ‘Onderzoek
naar de belastingdruk op Jaca’ pada tahun 1925, nampak
tanda pemusatan (bezits concentratie) tanah di beberapa
daerah, demikian diterangkan, bahwa 1.209 orang pemilik
tanah lebih dari 25 bahu di Jawa pada tahun 1905 naik menjadi
3.387 orang pada tahun 1925. Di daerah Priangan pemusatan
tanah ini lebih naik jumlahnya, sebagaimana disaksikan oleh
Mr. C.T. van Deventer, pemilikan tanah besar dekat kota Kara-
wang bertambah naik, dengan angka-angka 556 menjadi 1.226
orang. Milik tanah 6 bahu yang umumnya sudah dianggap
besar, di Priangan sejumlah 5,79% dari orang semua, memiliki
tanah 31,76% dari jumlah tanah. Di samping itu 57,67% dari
pemilik tanah masing-masing kurang dari 2 bahu dengan me-
miliki tanah 15,24% dari luas semua tanah.
c. Macam-macam kualitas tanah untuk kepentingan
pertanian
Tanah Indonesia yang seluas itu tidaklah seluruhnya baik
untuk pertanian. Tidak sama pula kualitasnya. Di beberapa
daerah menurut penelitian para ahli hanya sedikit sekali yang
375