Page 201 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 201

menekankan suatu tingkat yang di dominasi oleh kapitalisme monopoli
            dan campur tangan negara sebelum di dominasi oleh kapitalisme
            peseorangan dan negara liberal. Artinya kelas dominan dalam masyarakat
            kapitalis bisa berubah sesuai dengan tata produksi dominan.
                Asumsi yang sering mendasari pembahasan tentang transformasi
            kelas baru di negara berkembang adalah runtuhnya tata produksi feodal
            agraris sebagai akibat tata produksi dominan. Tentunya hal tersebut
            akan menyebabkan kelas aristokrat feodal kehilangan legitimasinya
            yang tergantikan oleh kelas borjuasi sebagai kelas dominan dalam tata
            produksi kapitalis. Atau terbentuk formasi kelas baru dimana kaum tuan
            tanah merupakan wakil feodalisme di pedesaan, sedangkan kaum borjuasi
            industri merupakan hasil hubungan produksi kapitalis di perkotaan.
            Namun menurut Roxborough, bukti-bukti empiris meragukan pendapat
            adanya dua kelas yang berbeda, sering kelompok-kelompok keluarga
            industrialis dan produsen bahan pertanian benar-benar saling tumpang
            tindih, sehingga anggotanya memiliki kepentingan baik dibidang industri
            maupun pertanian. Ini memperlihatkan adanya transformasi kelas, dari
            kelas aristokrasi feodal ke kelas borjuasi industri. Hal ini tidak terlepas
            dari kepentingan yang sama untuk tetap mendominasi dalam struktur
            sosio-ekonomi yang baru, sehingga terjadi proses “aristokratisasi borjuasi”,
            dimana kaum aristokrat feodal akan mendapatkan legitimasi baru.
                Dengan pola hubungan patron-klien seperti seperti terlihat dalam
            gambar diatas, dapatlah dipahami jika konflik yang mewujud tidak
            selalu bersifat antagonistik. Di dalam kegiatan pertambakan di kawasan
            Delta Mahakam, sejauh ini belum pernah terjadi konflik manifes
            antara kelas pemilik (ponggawa/petambak) dan buruh/penjaga empang.
            Konflik vertikal yang terjadi sering bersifat laten dan personal yang tidak
            mengarah pada pertentangan kolektif antara kelas pemilik dengan buruh
            pabrik. Kondisi ini mengingatkan hasil penelitian  Mather di Tangerang
            yang menyebut nilai-nilai patriarkal yang berasal dari Islam sebagai
            variabel kunci dalam menjelaskan tidak adanya militansi buruh. Dimana
            pola-pola dominasi patiarkal dalam keluarga direproduksi atau setidaknya
            diperkuat di pabrik-pabrik, status perempuan yang dianggap rendah



         174                      Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
   196   197   198   199   200   201   202   203   204   205   206