Page 196 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 196

formal sudah tidak mampu lagi menjembatani penyelesaian konflik
             yang ‘memuaskan’ semua pihak. Kondisi ini selanjutnya memaksa
             warga komunitas setempat untuk bersikap rasional dalam meyelesaikan
             pertikaian yang terjadi diantara mereka melalui jalur kelembagaan
             formal, yang didasarkan pada norma-norma yang universal dan bersifat
             terbuka. Sehingga menempatkan jalur kekeluargaan sebagai pilihan
             terakhir dalam penyelesaian pertikaian. Ironisnya, lembaga kepolisian
             relatif tidak banyak menjadi pilihan, mengingat keberadaan mereka yang
             “tidak jelas” dalam komunitas serta persepsi warga petambak yang sudah
             terlanjur memvonis “berurusan dengan pihak berwajib harus menyiapkan
             biaya besar dan rumit”. Kecenderungan untuk menyelesaikan pertikaian
             dengan pendekatan formal tanpa didukung dengan keberadaan aparat
             penegak hukum atau kepolisian ini, telah menyeret warga komunitas
             untuk melakukan tindakan anarkis bila resolusi konflik yang dilakukan
             tidak bisa memuaskan pihak-pihak yang bertikai.
                 Setelah melalui proses hukum yang cukup panjang, akhirnya pihak
             pengadilan tinggi menetapkan  Haji Onggeng sebagai pemenangnya. Yang
             menarik dari proses hukum tersebut, kemenangan  Haji Onggeng di dalam
             pengadilan lebih dikarenakan ia memiliki  SPPT, sebagai bukti legalitas
             atas penguasaan/penggarapan tanah-tanah tersebut. Pihak pengadilan
             secara tidak langsung, telah me-syahkan tanah-tanah yang telah memiliki
               SPPT sebagai bukti legalitas atas penguasaan/penggarapan tanah-tanah
             secara perorangan, meskipun tanah-tanah tersebut berstatus sebagai
             tanah negara yang dikuasai/digarap tidak sesuai dengan ketentuan hukum
             yang berlaku. Hal ini jelas menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum
             dan penertiban penguasaan tanah-tanah negara yang tidak prosedural
             di kawasan Delta Mahakam.
                 Meskipun demikian, konflik vertikal relatif jarang atau boleh
             dikatakan belum pernah terjadi secara terbuka. Hal ini menjadi
             keunikan proses produksi dalam kegiatan pertambakan di kawasan Delta
             Mahakam, sehingga menghasilkan pola hubungan sosial khas berbalut
             ikatan patron-klien. Meskipun kegiatan pertambakan di kawasan ini
             memiliki sumberdaya yang bersifat tetap (walau lokasi pertambakannya



             Tercerabut Atau Terakumulasi                                 169
   191   192   193   194   195   196   197   198   199   200   201