Page 195 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 195
Haji Maming misalnya, pemerintah daerah tidak pernah terlibat secara
aktif atas penyelesaian konflik tumpang tindih dalam penguasaan “lokasi”
pertambakan ini. Lokasi adalah sebutan masyarakat setempat terhadap
area hutan/tanah kosong yang dapat dirintis untuk dikembangkan
menjadi petakan tambak-tambak baru, namun berada dalam penguasaan
seseorang.
Konflik tersebut, bermula dari protes Haji Maming yang merasa hak
penguasaannya atas sebidang “lokasi” yang luasnya mencapai ratusan
hektar di Lagenting ( Muara Pantuan), dikuasai secara sepihak oleh
Haji Onggeng yang tanpa sepengetahuannya merintis dan menggarap
“lokasi” tersebut. Dengan alasan “lokasi” tersebut tidak ada yang
mengelola sehingga tidak terurus, Haji Onggeng akhirnya membangun
tambak-tambak baru, diatas “lokasi” yang menurutnya tak bertuan
tersebut, hingga berhasi mendapatkan SPPT. Konflik agraria tanpa
kehadiran penengah dari pihak pemerintah ini, akhirnya semakin
meruncing ketika kedua belah pihak tidak menemukan kata sepakat.
Akibatnya kedua belah pihak menggunakan semua sumberdaya yang
dimilikinya, dengan segala cara untuk memenangi konflik. Meskipun
menurut sejumlah sumber, mereka masih terikat hubungan kekarabatan,
karena Haji Onggeng pernah “diasuh” oleh Haji Maming, namun ikatan
historis tersebut tidak mampu merubah keadaan. Dengan menggunakan
kekuatan massa klien yang berada dibawa pengaruhnya, Haji Maming
akhirnya berhasil menguasai area pertambakan yang disengketakan.
Sementara Haji Onggeng, tidak tinggal diam dengan kekuatan modal
dan lobby, berhasil mendatangkan pasukan arteleri Angkatan Darat ke
lokasi sengketa untuk mengamankan aset-aset yang ada dan menjaga
kemungkinan konflik yang lebih luas. Hingga terjadi kesepahaman
diantara kedua belah pihak untuk tidak melanjutkan konflik fisik, namun
disepakati dilanjutkan ke pengadilan.
Penyelesaian pertikaian (resolusi konflik) yang cenderung
dilakukan dengan pendekatan formal tersebut, terjadi karena norma-
norma sosial yang menyediakan sebuah bentuk kontrol sosial informal
yang mengelakkan seseorang dari sanksi hukum terorganisir dan lebih
168 Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang