Page 204 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 204
Hasil penelitian Rachmawati Dkk (2003) mengungkapkan, bahwa
pemanfaatan nipah, penangkapan benur dan perikanan tangkap di
Kecamatan Anggana dan Muara Jawa saja, setidaknya memiliki nilai
ekonomi sebesar 37.111.526.045 (US $ 4,123,503). Tingginya nilai
ekonomi mangrove di kawasan Delta Mahakam inilah yang kemudian
memicu terjadinya “pengurasan sumberdaya”, akibat pemanfaatan
sumberdaya yang tidak berkelanjutan.
Tabel 6.1 Nilai Ekonomi Pemanfaatan Mangrove di Delta Mahakam
Sumber: Rachmawati Dkk, 2003
Catatan: Lokasi Kecamatan Anggana dan Muara Jawa
Kerusakan lingkungan hidup akibat aktifitas manusia ataupun
perusahaan disekitar kawasan Delta Mahakam jelas akan terjadi
sepanjang pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam yang beragam
tersebut dilakukan secara eksploitatif tanpa memperhitungkan ambang
batas daya dukung (carrying capacity). Tekanan ekologis yang begitu
hebat telah menyebabkan kawasan yang dulunya memiliki tegakan
hutan mangrove yang sangat lebat dan luas ini, menjadi terdegradasi
dengan cepat. Tingginya angka deforestasi mangrove berimplikasi pada
permasalahan fisik, ekologi dan lingkungan, seperti kerusakan tekstur,
dan struktur tanah, erosi, abrasi, sedimentasi, dan pencemaran air serta
penurunan keanekaragaman hayati. Perlakuan eksploitatif tersebut,
menariknya cenderung terjadi dalam pengelolaan atau pemanfaatan
sumberdaya alam yang termasuk kategori “milik bersama” (common
property resources), seperti laut lepas, danau, rawa-rawa, sungai, padang
pengembalaan, hutan belantara, bahkan hutan mangrove disekitar
kawasan pesisir; seperti yang terjadi di kawasan Delta Mahakam.
Tercerabut Atau Terakumulasi 177