Page 209 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 209
muncul kemudian, juga memicu munculnya konflik kepentingan, akibat
ketidakpastian hak-hak atas tanah yang dimanfaatkan.
Meskipun telah menetapkan kawasan Delta Mahakam sebagai KBK
yang terlarang bagi kegiatan lain diluar sektor kehutanan, ironisnya
pemerintah tidak pernah “berniat” menertibkan kegiatan pertambakan
yang dalam perspektif kehutanan dikategorikan sebagai ilegal.
Pembangunan tambak-tambak baru yang terus berlangsung dan ketidak-
pedulian masyarakat atas berlakunya hukum formal, semakin menguatkan
indikasi negara sebagai pemilik otoritas tertinggi atas tanah-tanah negara,
telah “absen” atas terjadinya praktek-praktek penguasaan sumberdaya
agraria secara ilegal. Konstruksi “absennya” negara atas permasalahan
agraria yang terjadi di kawasan Delta Mahakam bisa disejajarkan dengan
“pembiaran” negara dalam perbagai permasalahan konflik yang terjadi di
seantero negeri dewasa ini. “Pembiaran” bahkan telah menjadi kebijakan
resmi pemerintah, terkait opsi penyelesaian berbagai permasalahan yang
dihadapi rakyat!
Hal ini juga bisa berarti proses “mengelola hutan”, sekedar sebagai
antisipasi munculnya gejolak dalam masyarakat. Kondisi tersebut
mengingatkan pernyataan Barber (1989) yang melihat hutan di
Jawa hanya memberikan “bagian yang sangat kecil dari pendapatan
nasional yang berasal dari hutan”, akibatnya tujuan utama dari kegiatan
pemerintah dalam mengelola hutan adalah mengontrol penduduk
yang tinggal di daerah pedalaman/di sekitar hutan dan bukan untuk
mencari pemasukan uang atau keuntungan ( Li, 2002). Alasan ini sangat
relevan untuk menjelaskan keberadaan mega proyek industri migas yang
perlu mendapatkan proteksi dan pengamanan optimal dari berbagai
kepentingan yang ada disekitarnya, dengan menetapkan kawasan hutan
Delta Mahakam yang telah kolaps sebagai hutan produksi.
Pada gilirannya seperti disinyalir Sajogyo (1981), komposisi
penggunaan tanah belum beranjak seperti yang terjadi di zaman kolonial.
Dimana kekuasaan atas tanah, yang merupakan basis kekuatan ekonomi
dan politik, bertumpuk pada bentuk pengusahaan tanah yang dimiliki oleh
pemerintah dan pihak swasta, termasuk di dalamnya kelompok pemodal
182 Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang