Page 213 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 213

lingkungan pesisir tetap bertahan, karena dalam proses pembentukan
            skema yang memotivasi praktek tersebut, pengetahuan tentang kerusakan
            lingkungan tidak diaktifkan oleh rangsangan yang mereka terima. Ini
            tidak berarti ponggawa tidak mempunyai pengetahuan sama sekali
            tentang kerusakan lingkungan yang terjadi, hanya saja mereka belum
            mampu “belajar” mekombinasikan pengetahuan tersebut bersama
            dengan pengetahuan lain yang membentuk skema alternatif. Praktik yang
            ditradisikan selama ini kurang mendukung proses belajar yang mendorong
            terbentuknya skema alternatif, seringkali hanya mendorong terbentuknya
            asosiasi-asosiasi pengetahuan lain yang kurang mendukung pengelolaan
            dan pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan.
                Padahal pengetahuan terbentuk dan dimodifikasi dalam praktek
            keseharian yang bisa melibatkan berbagai pihak diluar masyarakat yang
            bersangkutan, walau prosesnya tidak akan selalu sama untuk masing-
            masing individu. Menurut  Winarto dan  Choesin (2000), interpretasi
            individu terhadap suatu gejala merupakan hasil interaksi antara dua jenis
            struktur yang berbeda hakekatnya, yaitu struktur-struktur impersonal yang
            bersifat mental dan struktur-struktur intrapersonal yang berupa kejadian-
            kejadian nyata yang relatif stabil disekitar individu. Kerangka pemikiran
            akan menjelaskan tindakan dengan memperhatikan apa yang menjadi
            pengetahuan individual, sekaligus mendasarkan pada keteraturan-
            keteraturan dalam kehidupan sosial. Bisa dipahami jika kemudian, hampir
            semua ponggawa terobsesi untuk mengembangkan hamparan tambak
            seluas-luasnya, dengan pertimbangan ingin meningkatkan kapasitas
            produksi sehingga bisa tetap survive di tengah ketatnya persaingan dan
            ketidakpastian produksi. Selain karena tindakan mengkonversi hutan
            mangrove dalam realitas sosial dianggap lumrah dan tidak bertentangan
            dengan nilai-nilai setempat.
                Sementara tingginya harga udang di pasar internasional dan
            ketidakpastian regulasi juga menjadi faktor luar yang ikut menentukan
            skema kapitalisasi sumberdaya yang dikembangkan masyarakat lokal.
            Artinya tindakan eksploitasi terhadap sumberdaya sesungguhnya
            berpangkal dari paradigma yang sangat materialistik, dimana prinsip



         186                      Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
   208   209   210   211   212   213   214   215   216   217   218