Page 210 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 210

asing. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa politik agraria kapitalis
             masa kini, telah menguatkan posisi pemilik modal swasta – termasuk
             swasta milik asing – dan pemerintah sebagai kekuatan ekonomi politik
             yang dominan. Secara dinamis, dominasi tersebut juga mengkondisikan
             munculnya konflik agaria yang cukup laten diantara masyarakat lokal/
             juga dengan pihak swasta. Menariknya, konflik tersebut dapat dengan
             mudah menjadi konflik manifes jika melibatkan perusahaan migas yang
             beroperasi disekitar kawasan Delta Mahakam.

             6.2.2 Ketidakpastian Regulasi
                 Seperti telah disinggung sebelumnya ketidakpastian regulasi, terjadi
             pasca pelarangan jaring  trawl secara total pada tanggal 1 Januari 1983.
             Ketika Menteri Pertanian mengeluarkan sebuah keputusan bernomor 24/
             Kpts/Um/1983, yang menentukan pembagian wilayah Kalimantan Timur
             berdasarkan  Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) seluas 21.144.000
             Ha, dimana kawasan Delta Mahakam hampir seluruhnya ditetapkan
             sebagai kawasan hutan produksi. Status ini terus dipertahankan
             sampai tahun 1992, saat Departemen Kehutanan merampungkan peta
             TGHK kawasan hutan untuk Kalimantan Timur ( Simarmata, 2009).
             Kebijakan inilah yang menyebabkan bertumpang tindihnya kepentingan,
             antara kepentingan “program udang nasional” yang mengalokasikan
             sejumlah kawasan hutan mangrove di pesisir Delta Mahakam sebagai
             kawasan budidaya udang (sebagai salah satu bentuk “kompensasi”
             pelarangan  trawl), dengan kepentingan sektoral kehutanan yang ingin
             mempertahankan kawasan Delta Mahakam sebagai Kawasan Budidaya
             Kehutanan ( KBK). Merujuk pada data-data historis, penetapan Delta
             Mahakam sebagai kawasan hutan produksi terbatas, sebenarnya bisa
             disebut sebagai bentuk “kamuflase kebijakan” oleh pemerintah untuk
             mengurangi efek sosio-politis atas beroperasinya kegiatan pertambangan
             migas di Delta Mahakam.
                 Sekalipun secara faktual pada tahun 2001 hampir 85.000 Ha dari
             150.000 Ha luasan hutan mangrove di delta Mahakam telah berubah
             fungsi menjadi tambak. Namun melalui SK Menhut No. 79/Kpts-




             Tercerabut Atau Terakumulasi                                 183
   205   206   207   208   209   210   211   212   213   214   215