Page 205 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 205
Tindakan eksploitatif tersebut menurut Hardin (1968), akan
melahirkan suatu situasi yang disebutnya tragedy of the commons. Yang
bagi Korten (1987; 1993), berpangkal dari paradigma yang sangat
materialistik, dimana prinsip maksimasi (maximization) dijadikan
patokan dasar dalam memandang dan menentukan mode pengelolaan
dan pemanfaatan sumberdaya alam yang semata-mata direduksi untuk
mencapai pertumbuhan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah
terjadinya degradasi ekologi, marjinalisasi peran komunitas lokal bahkan
pengingkaran terhadap kompetensi mereka dalam mengelola sumberdaya
secara lestari. Sebagaimana ditunjukkan Bourgeois et all (2002) yang
melihat rusaknya hutan mangrove di kawasan Delta Mahakam sebagai
akibat pembukaan lahan tambak yang tidak terkendali. Lihat Gambar
6.7, ketika pada 1980-an, belum banyak petambak yang tertarik
untuk bertambak di Delta Mahakam, namun pada 1992 menjadi awal
dibukanya kawasan ini untuk budidaya pertambakan, selanjutnya
mengalami pembukaan secara besar-besaran sejak 1996 dan mencapai
puncaknya pada tahun 2001. Pada tahun 2003, luas Delta Mahakam yang
diinterpretasi mencapai 108.152,5 hektar, hanya memiliki komposisi luas
mangrove 60.818,4 hektar, tambak 45.297,4 hektar dan calon tambak
seluas 2.036 hektar. Dan, tentu saja luasannya akan semakin menyusut,
seiring dengan pengalihfungsian hutan mangrove Delta Mahakam untuk
kegiatan pertambakan secara massal.
Sebelum 1992
178 Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang