Page 225 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 225

Keistimewan Yogyakarta
            atas ruang yang demikian—keraton sebagai pusat— pada masa
            selanjutnya menimbulkan apa yang disebut dengan wilayah
            perdikan. Wilayah atau desa perdikan ini adalah pemberian
            hak raja atas ruang tertentu kepada individu atau kelompok
            masyarakat tertentu dengan melakukan pembebasan orang
            dan tanah atau ruang hidupnya. Konversi hubungan antara
            manusia dan ruang tinggalnya ikut mengubah pola pemilikan
            dan status meskipun dalam konteks keraton kekuasaan tetap
            berpusat di sana. Kategori wilayah perdikan memperlihatkan
            strategi tersebut berjalan sangat baik. ‘Hadiah’ kerajaan itu
            tidak diberi secara cuma-cuma melainkan dalam kerangka
            pengaturan sosial dan penguatan kontrol kerajaan. 4
                Pembentukan desa perdikan memperlihatkan suatu
            hubungan yang unik dan khas pada masanya. Karena keku-
            asaan berada dan terpusat di kerajaan maka semua orang di
            luar itu pada dasarnya dilihat sebagai tidak memiliki apapun



            4  Kategori desa perdikan itu adalah pertama pesantren. Ruang ini diberikan
             kepada individu atau sekelompk orang tertentu untuk dijadikan sebagai
             sumber pengajaran dan pendidikan kegamaan. Mereka yang tinggal di sana
             dibebaskan dari kewajiban-kewajiban lain seperti kerja rodi. Hak atas wila-
             yah ini bisa berlaku secara turun temurun. Kedua desa mijen, warga yang
             tinggal di atasnya terutama keluarga-keluarga tertentu boleh mengambil
             buah-buahan atau sesuatu yang dihasilkan dari tanaman yang tumbuh di
             atasnya. Ketiga, kaputihan di mana hasil-hasil desa hanya boleh dipakai
             oleh orang putih yaitu mereka yang menjalankan agama secara baik sebagai
             pembeda dari abangan. Pemberian ini menjadi suatu stimulasi dan bentuk
             pengaturan sosial di mana kelompok putih dan mereka yang menjalankan
             perintah agama dengan baik akan mendapat hadiah dari keraton. Keempat
             pakuncen desa yang diberikan khusus kepada ahli kunci makam raja-raja.
             Wilayah ini dibebaskan dari pajak dan upeti, lihat Abdurrachman Surjomi-
             hardjo, Yogyakarta Tempo Doeloe, Sejarah Sosial 1880-1930, (Jakarta: Komu-
             nitas Bambu, 2008), hlm. 39—40.

            202
   220   221   222   223   224   225   226   227   228   229   230