Page 226 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 226
Perebutan Ruang dan Kontestasi Budaya
termasuk hak pemilikan atas ruang yang ditempatinya. Semua
relasi yang terbentuk dalam sistem sosial dan ruang tinggalnya
baru ada setelah diberi oleh kerajaan. Wilayah perdikan itu
hampir serupa dengan sistem wakaf dalam hukum Islam. Agen-
si yang berada dibalik kebijakan perdikan itu melahirkan
pandangan positif rakyat terhadap rajanya. Hal ini sering
diungkapkan dalam istilah-isitlah bernada sanjungan seperti
kebijaksanaan, kemurahatian, kedermawanan, kebaikan, dan
sebagainya yang mengukuhkan kembali otoritas kekuasaan
tradisional. Cara ini merupakan strategi yang sangat baik dalam
mempertahankan kekuasaan lokal pada waktu-waktu selan-
jutnya. Strategi kebudayaan yang luar biasa melalui ‘pembe-
rian’, ‘pembagian’, ‘pelepasan’ hak keraton ternyata mampu
membuat otoritas ini bertahan dan mendapatkan simpati luas
dari rakyat, hingga saat ini.
Kehidupan sosial ekonomi akan melibatkan persoalan
pertanahan atau ruang hidup. Tanah/ruang hidup menunjuk
pada seseorang akan status tertentu begitu juga aspek kehi-
dupan yang melingkupi perorangan atau kelompok selalu
berhubungan dengan tanah atau hasil kerja atas tanah. Masa-
lah pengolahan tanah ini membawa juga ke arah pengertian
ikatan tradisional masyarakat yaitu ikatan vertikal atau feodal
yang kian hari menjadi semakin kuat.
Surjomihardjo (2008) mencatat pertumbuhan kerajinan
dan perkembangan usaha batik dari wilayah perdikan ini.
Otonomi individual dan komunitas yang muncul akibat sta-
tus baru yang mereka sandang sebagai daerah—dalam batas
tertentu—’otonom’ memberi keleluasaan-keleluasaan baru,
jaringan interaksi yang makin luas, waktu luang yang lebih
banyak, dan kepercayaan diri yang meningkat, adalah faktor
203