Page 305 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 305

Keistimewan Yogyakarta
            Salah satu yang menjadi kepercayaan banyak pihak, Paku
            Alaman berusaha mengembangkan budaya yang memiliki ciri
            berbeda dengan Kesultanan untuk menunjukkan independensi
            status principality-nya. Misalnya bentuk pakaian tradisional yang
            dikenakan berbeda dengan kesultanan. Pengembangan budaya
            ini dimulai sejak Paku Alam II. Sebagai sebuah kerajaan, Paku
            Alaman juga memiliki pasukan pertahanan, sekalipun pada masa
            kolonial tunduk dan ‘dikendalikan’ oleh Kerajaan Hindia Belanda.
            Pasukan ini berfungsi untuk memelihara keamanan dan upa-
            cara-upacara kerajaan.
                Sejak berdiri pada tahun 1813, telah sembilan raja bertahta
            di Kadipaten Paku Alaman. Sejak itu pula raja-raja yang memim-
            pin telah melakukan berbagai kebijakan untuk kepentingan
            kerajaannya. Sejak PA VIII hingga kini PA IX, kegiatan kerajaan
            relatif berbeda karena perubahan politik secara nasional yang
            mengharuskan kerajaan ini bergabung dengan RI. Sekalipun pili-
            han bergabung memiliki konsekuensi, namun kadipaten mampu
            mempertahankan struktur kekuasaan, keraton, tradisi-tradisi
            kerajaan, dan yang pasti eksistensi kekuasaan Kadipaten Paku
            Alaman masih tetap diakui oleh masyarakat. Di bawah ini seki-
            las perjalanan singkat raja-raja yang bertahta di Kadipaten Paku
            Alaman sejak Pangeran Notokusumo (PA I) hingga Pangeran Am-
            barkusumo (PA IX). Penjelasan raja-raja Paku Alaman dikutip
            dari dua buku Soedarisman Poerwokoesumo tentang Kesultanan
            dan Paku Alaman dan Bambang S. Dewantara tentang Paku
            Alaman, khususnya periode Ki Hajar Dewantara sewaktu kecil,
            juga mengutip dari www.wikipedia.com

                PA I: BPH Notokusumo, Kiprah dalam kancah politik telah
            dilakukan ketika masih muda. Sekitar tahun 1780 ia mendapat
            gelar Bandoro Pangeran Hario (disingkat BPH), sebuah gelar
            pejabat senior di Kesultanan Yogyakarta. Putra Raden Ayu Sreng-
            goro ini sangat dekat hubungannya dengan Pangeran Adipati
            Anom (gelar putra mahkota) yang kelak menjadi Hamengku
            Buwono II.
                Pada masa pemerintahan Hamengku Buwono II timbul in-

            282
   300   301   302   303   304   305   306   307   308   309   310