Page 310 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 310
Lampiran
Paku Alaman selalu diminta oleh Belanda untuk menangkap
Diponegoro, akan tetapi pasukan Paku Alaman selalu tidak ber-
sedia membawanya kepada Belanda, meskipun di perjalanan
bertemu dengan Diponegoro dan kemudian melepasnya. Hal itu
dilakukan karena merasa pasukan Paku Alaman Bukan alat ke-
kuasaan kolonial, dan lebih lagi Diponegoro adalah kerabat ke-
sultanan.
Setelah memerintah selama lebih kurang 16 tahun, Notoku-
sumo mangkat dan dimakamkan di Kota Gede Yogyakarta. Pendi-
ri Kadipaten Paku Alaman ini meninggalkan 11 putra-putri. Kadi-
paten Paku Alaman dilanjutkan oleh putra pertama beliau Pange-
ran Notodiningrat sebagai raja ke-2 Kadipaten Paku Alaman.
PA II: R.T. Notodiningrat, dilahirkan 25 Juni 1786 (versi
lain 1785) di Yogyakarta. Ia adalah putera pertama BPH Noto-
kusumo (Paku Alam I). Kiprah Notodiningrat dalam dunia politik
telah dilakukan ketika masih muda. Kala terjadi intrik di istana
Notodiningrat sempat diangkat menjadi sekretaris istana oleh
pamannya, Sultan Sepuh. Notodiningrat juga turut dibuang ber-
sama ayahnya ke Semarang dan Batavia. Selama pemerintahan
Paku Alam I Notodiningrat sudah mendampingi ayahnya meme-
rintah.
Pada 1814 ia dilantik menjadi Pangeran Suryaningrat. Sete-
lah ayahanda mangkat, maka pada 31 Desember 1829 sang
pangeran ditahtakan sebagai Kanjeng Gusti Pangeran Adipati
Suryaningrat. Melalui perjanjian politik 1831-1832-1833 dengan
Pemerintah Hindia Belanda, KGP Adipati Suryaningrat dikukuh-
kan menjadi Kanjeng Gusti Pangeran Adipati (KGPA) Paku Alam
II. Dalam masa pemerintahannya ditandai dengan apresiasi
yang tinggi terhadap kesenian dan kesusastraan. Ia juga mele-
takkan dasar pemerintahan Kadipaten Paku Alaman. Kebuda-
yaan menemukan wujud yang baru dalam kadipaten walaupun
tidak meninggalkan pokoknya.
Perlu dicatat bahwa Paku Alam II dari garwa padmi (per-
maisuri) memiliki empat orang putra. Sementara keseluruhan
putra-putrinya berjumlah 16 orang. Pada waktu PA II naik tahta
287