Page 312 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 312

Lampiran

               KGPA Surya Sasraningrat secara resmi belum sempat  menggu-
               nakan gelar KGPA Paku Alam III karena belum berusia 40 tahun.
               Gelar Paku Alam hanya dapat digunakan secara resmi oleh
               penguasa Kadipaten mulai usia 40 tahun. Walaupun belakangan
               peraturan ini telah banyak mengalami perubahan.
                   Dalam beberapa catatan, ayah Suwardi Suryaningrat KPA
               Suryaningrat seharusnya menjadi Raja Paku Alam IV, namun
               hal itu tidak terjadi karena beliau tuna netra, dan justru Nata-
               ningrat yang menjadi raja. Seandainya jalurnya demikian maka
               Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) akan menjadi raja
               berikutnya, PA V. Jalan ini tidak terjadi karena intrik yang
               dimainkan Kanjeng Ratu (ibunda PA IV) di dalam Kadipaten Paku
               Alaman.  Dalam konteks ini pula berbagai analisis muncul, keke-
                      5
               cewaan Suwardi Suryaningrat yang menyebabkan ia memilih
               jalur di luar Kadipaten Paku Alaman. Mendirikan Indiesche Partij
               (partai Indonesia), bahkan menjadi pengkritik utama Pemerintah
               Kolonial bersama tiga Serangkai. Salah satu kritik terkenalnya
               adalah tulisannya di koran  De Express Bandung dengan judul
               Als ik een Nederlander was (seandainya saya orang Belanda). Jalur
               yang dipilih sekalipun sadar, dianggap sebagai bagian dari
               kekecewaannya terhadap situasi Kadipaten Paku Alaman yang
               tidak memberikan ruang baginya, termasuk sistem pergantian
               kekuasaan Paku Alaman.  6


                   PA IV: KGPA Surya Sasraningrat/RM Nataningrat,
               lahir 25 Oktober 1841 (versi lain 1840) di Yogyakarta. Nama
               kecil belaiu sebelum menjadi PA IV adalah Nataningrat. Kursi
               yang didudukinya diraih berkat perjuangan GK Ratu Ayu Per-
               maisuri PA II (Ibunda Nataningrat) untuk menjadikannya pewa-
               ris tahta. Pada konteks ini, peranan perempuan dalam mengatur
               pemerintahan di zaman kerajaan sangat penting, (bandingkan

               5  Ibid.
               6  Lihat  Bambang S. Dewantara, putra Ki Hajar dewantara menulis buku yang dalam salah
                satu babnya berjudul  “Antara Panggilan dan Kekecewaan”. Pada posisi ini seorang anak
                cukup kritis dalam melihat sosok sang ayah tentang kiprahnya di luar Kadipaten Paku
                Alaman.

                                                                  289
   307   308   309   310   311   312   313   314   315   316   317