Page 313 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 313

Keistimewan Yogyakarta
            dengan pengaruh besar ibunda Hamengku Buwono III dalam
            mendudukkan putranya dengan mendongkel kedudukan suami-
            nya).
                KGPA Surya Sasraningrat menikah pertama kali dengan
            Putri Bupati Banyumas yang kemudian diceraikan karena sakit.
            Perkawinan yang kedua dengan GK Ratu Ayu putri Hamengku
            Buwono VI. Namun lagi-lagi seperti perkawinan yang pertama
            beliau tidak memperoleh anak. GK Ratu Ayu selanjutnya juga
            diceraikan. Dalam catatan Poerwokoesoemo, GK Ratu Ayu kemu-
            dian menikah dengan Bupati Demak dan melahirkan Bupati Jepa-
            ra, ayah RA Kartini. KGPA Surya Sasraningrat hanya memiliki
            2 putra-putri yang berasal dari selir. Pada 24 September 1878
            beliau mangkat dan dimakamkan di Kota Gede Yogyakarta.
                Pada 1 Desember 1864 RM Nataningrat ditahtakan sebagai
            Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Surya Sasraningrat menggan-
            tikan mendiang pamannya, Sasraningrat, yang meninggal da-
            lam usia sangat muda. Masa pemerintahan beliau ditandai
            dengan kemunduran Kadipaten Paku Alaman. Banyak dari kebi-
            jakan Surya Sasraningrat menimbulkan ketidakpuasan. Selain
            itu beliau tidak begitu mahir dalam hal kesusastraan dan kebu-
            dayaan. Keluarga besar Paku Alam mengalami beberapa peru-
            bahan yang cenderung kurang baik  yang dianggap sebagai akibat
            seringnya PA IV bergaul dengan orang-orang Belanda. Keme-
            wahan dan foya-foya menjadi penyebab kehancuran beberapa
            anggota keluarga Paku Alam. Menurut Bambang S Dewantara,
            pada masa PA IV, keraton Kadipaten Paku Alaman yang sebe-
            lumnya memiliki hubungan yang sangat kaku dengan Belanda
            karena sikap yang tegas kemudian berubah menjadi dekat, istana
            dipercantik, jalan-jalan diperlebar, dalam bahasa sastrawan, di
            bawah PA IV, Paku Alaman bagaikan wanita angore weni (wanita
            dengan rambut yang terurai berkilau). Ada peningkatan subsidi
            yang cukup besar dari Belanda ke keraton untuk melakukan peru-
            bahan dan mempercantik wajah Keraton Paku Alaman.
                Pada masa ini pula, hubungan dengan Belanda semakin lan-
            car, PA IV membekali anak-anak dan kerabatnya dengan pegeta-
            huan bahasa Belanda dan tata pergaulan modern. Beberapa pega-

            290
   308   309   310   311   312   313   314   315   316   317   318