Page 318 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 318

Lampiran

               ganti PA VI. KGPA Sasraningrat sebagai keturunan PA III ditunjuk
               sebagai pemimpin Kadipaten sementara. Saat itu muncul kritik,
               Belanda dianggap salah memilih orang karena Sasraningrat ada-
               lah orang yang menjalin hubungan baik dengan seniman-seni-
               man merdeka dan kehidupan beliau sangat dekat dengan rakyat.
               Di sisi lain, Sasraningrat dan Suryaningrat dikenal luas sebagai
               orang yang anti penjajah.
                   Setelah memegang jabatan sementara, Sasraningrat menga-
               jukan beberap syarat kepada pemerintah Belanda, seandainya
               memang benar Belanda ingin mengembalikan kekuasaan Kadi-
               paten kepada ahli waris PA III, maka tiga usul diajukan kepada
               Belanda: yakni, UU yang melarang penduduk Paku Alaman mem-
               buat garam di pesisir dicabut, legiun Paku Alaman yang dibu-
               barkan pada masa PA V dihidupkan lagi, dan agar Paku Alaman
               diberikan kekuasaan membentuk peradilan sendiri. Usul ini dija-
               dikan pertimbangan penting bagi Belanda mengenai siapa yang
               akan menjadi penerus PA VI. Usul Sasraningrat dinilai kelewat
               radikal dan tidak mungkin diwujudkan, maka pilihan akhirnya
               jatuh pada putra PA VI, yakni Surarjo. Setidaknya, Sasraningrat
               telah menyampaikan maksud baiknya dalam membangun Kadi-
               paten Paku Alaman. Sasraningrat berangkat dari keluarga yang
               mumpuni dalam kesusastraan dan terkenal memiliki prinsip
               yang sangat kuat, dan yang terpenting adalah sikap anti terhadap
               penjajah.
                   Setelah bertahta Prabu Suryodilogo, bekerjasama dengan
               Pemerintah Hindia Belanda, mengadakan beberapa pembaruan
               dibidang sosial dan agraria. Ia juga mereformasi bidang peme-
               rintahan dengan mulai menerbitkan  rijksblad (lembaran kera-
               jaan) untuk daerah Paku Alaman. Pemikiran yang konservatif
               secara berangsur digantikan dengan pikiran yang modern dan
               berpandangan luas.

                   Paku Alam VII,  pada 10 Oktober 1921 pengganti Paku
               Alam VI menggunakan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati
               Ario Paku Alam VII dan oleh Pemerintah Hindia Belanda diberi
               pangkat kolonel tituler. Pembaruan tidak berhenti di tahun itu

                                                                  295
   313   314   315   316   317   318   319   320   321   322   323