Page 317 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 317

Keistimewan Yogyakarta
                PA VI hanya menjabat sekitar empat belas bulan, dan dari
            sedikit waktu itu tidak banyak yang bisa dilakukan. Dalam
            gambaran Majalah Djawa, sebagaimana dikutip Poerwokoesoe-
            mo, PA VI adalah seorang tokoh yang jujur, sopan, murah hati,
            dan halus budinya. Beliau seorang pendiam, tidak banyak bicara,
            namun setiap pagi ia akan hadir dan bekerja di kantor. Ia memiliki
            istri yang secara pasif mempelajari kesusastraan Jawa. Beliau
            terkenal sebagai orang yang memahami tentang sejarah Kadi-
            paten Paku Alaman, dan banyak menyimpan dokumen menge-
            nai kejadian-kejadian penting tentang Kadipaten.

                PA VII: BRMH Surarjo, lahir di Yogyakarta, 9 Desember
            1882, adalah putra Paku Alam VI dari permaisuri. Beliau diting-
            gal mangkat oleh ayahnya saat masih menyelesaikan studi di
            HBS Semarang. Sambil menunggu Surarjo menyelesaikan studi,
            Pemerintah Hindia Belanda mengangkat sebuah  Raad  van
            Beheer/Dewan Perwalian Paku Alaman untuk menyelenggara-
            kan pemerintahan Paku Alaman sehari-hari. Akhirnya pada 16
            Oktober 1906 Surarjo diangkat oleh Pemerintah Hindia Belanda
            sebagai penguasa tahta Paku Alaman dengan gelar Kanjeng Gusti
            Pangeran Adipati Ario Prabu Suryodilogo. Tetapi upacara resmi
            penobatannya baru dilaksanakan pada 17 Desember tahun yang
            sama.
                Setelah PA VI mangkat, muncul berbagai polemik tentang
            siapa penggantinya. Sebelum mangkat, PA VI berharap putranya
            Surarjo sebagai pengganti, namun Belanda campur tangan dan
            ikut mempertimbangkan siapa penggantinya. Muncul upaya
            agar penerus PA VI dikembalikan kepada Sri paku Alam III yang
            dahulu telah terjadi penyalahan hak kepemimpinan. Seharus-
            nya penerus PA IV adalah anak dari PA III, akan tetapi justru
            cucu dari PA II.
                Pihak Belanda tampaknya mulai menyadari tentang waca-
            na itu, maka sebelum diputuskan siapa yang berhak menjadi
            penerus PA VI, selain Surarjo juga masih belajar di Semarang,
            maka dibentuklah dewan perwalian Kadipaten Paku Alaman
            (Raad van Beheer) yang bertugas untuk merumuskan calon peng-

            294
   312   313   314   315   316   317   318   319   320   321   322