Page 152 - Mereka yang Dikalahkan, Perampasan Tanah dan Resistensi Masyarakat Pulau Padang
P. 152
Mereka yang Dikalahkan 127
murah dibanding membangun jalan, sekalipun sangat tidak ramah
dengan lingkungan. Pembangunan kanal akan membuat interusi air
masin dan menghabiskan genangan air di tanah gambut.
Jika kanal sudah dibangun maka semua kebutuhan untuk
menyuplai kebutuhan para pekerja, logistik, termasuk bibit akasia
dengan mudah disalurkan. Oleh karena itu, bagi warga yang
menolak, kunci utama bagi mereka adalah jangan sampai RAPP
berhasil memasukkan alat berat. Jika alat berat berhasil masuk ke
darat, maka warga tidak lagi bisa membendung operasi mereka.
44
Strategi sabotase ini memang rawan akan kekerasan, karena potensi
perlawanan dari RAPP yang menggunakan aparat keamanan
akan berbahaya bagi warga. Namun model-model sabotase ini
menjadi bagian dari upaya terakhir setelah semua jalur dianggap
buntu. Pengalaman panjang sejarah perlawanan di Indonesia
membuktikan, sabotase dan gangguan sebagai bentuk protes di
perkebunan kolonial menunjukkan hasil yang cukup efektif, bahkan
membuat Pemerintah Kolonial kesulitan menanganinya. Dalam
45
konteks yang mirip, apa yang terjadi sebenarnya akibat macetnya
dialog dan komunikasi untuk mencapai kesepakatan yang saling
menguntungkan kedua pihak. Satu sisi petani Pulau Padang merasa
terancam, sementara perusahaan merasa memiliki hak yang sah. Dua
hal yang tidak bisa diselesaikan tanpa saling terbuka untuk sepakat
menyelesaikannya. Faktanya, tuntutan warga diabaikan oleh negara
dan perusahaan sehingga berpotensi mempercepat meletusnya
sebuah konflik berskala besar.
46
44 Diskusi dengan Yahya alias Kutik, 31 Mei 2016, di Desa Lukit (Pulau
Padang).
45 Bambang Sulistyo, Pemogokan Buruh: Sebuah Kajian Sejarah,
Yogyakarta: Tiara Wacan, 1995.
46 Siti Zuhro dkk., Demokrasi Lokal: Perubahan dan Kesinambungan
Nilai-nilai Budaya Politik Lokal di Jawa Timur, Sumatra Barat, Sulawesi
Selatan, dan Bali, Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2009.