Page 155 - Mereka yang Dikalahkan, Perampasan Tanah dan Resistensi Masyarakat Pulau Padang
P. 155
130 M. Nazir Salim
mendapat tekanan dari RAPP karena dianggap terlalu akomodatif
terhadap tuntutan warga, padahal RAPP merasa mempunyai hak
di Pulau Padang dan beroperasi secara sah dan legal. Atas situasi
tersebut, warga Pulau Padang menolak dan tidak lagi bersedia
masuk dalam tim bentukan Bupati Meranti. 50
Sebelum tim di atas bekerja, 27 maret 2011 PT RAPP resmi
beroperasi di Pulau Padang. Alat-alat berat masuk lewat Desa
Tanjung Padang dini hari dengan pengawalan ketat pihak aparat
kepolisian. Sempat terjadi perdebatan antara polisi dan warga,
karena dihadang sekitar 500 orang, akan tetapi akhirnya warga
mundur karena takut jatuh korban , karena polisi bertindak keras
51
atas nama hukum. Di mata polisi, RAPP tidak melanggar hukum,
sehingga berhak memasukkan alat berat di Pulau Padang sesuai
izin yang dimiliki. Setelah gagal menghadang alat berat RAPP, esok
harinya, 28 Maret 2011 warga kembali melakukan aksi di Selatpanjang
dengan aksi “Stempel Darah dan Tahlil” di depan Kantor Bupati
Meranti yang diikuti sekitar 1000an orang. Stempel darah sebagai
bentuk perlawanan masuknya alat berat RAPP di Pulau Padang.
“Kami menolak RAPP beroperasi di Pulau Padang dan siap mati
mempertahankan tiap jengkal tanah Pulau Padang”. Namun lagi-lagi
aksi yang diterima oleh pejabat Meranti termasuk Makmun Murod,
selalu menyampaikan kabar yang tak berkemajuan alias itu-itu saja,
“kami tidak punya wewenang untuk menghentikan operasi RAPP
di Pulau Padang”, sambil meminta warga agar menggugat saja PT
RAPP, karena kami hanya menjalankan perintah dari Jakarta. 52
50 Diskusi dengan Mukhti dan Amri, di Mekarsari, di Pulau Padang.
51 Diceritakan oleh Yahya, di Desa Lukit, Pulau Padang.
52 “Stempel Darah STR Vs. Stempel Dukungan Kades”, Selasa, 29/03/2011.
http://www.halloriau.com/read-hukrim-8728-2011-03-29-stempel-
darah-str--vs-stempel-dukungan-kades.html. Juga disampaikan oleh
Yahya, di Pulau Padang.