Page 103 - Orang Indonesia dan Tanahnya
P. 103
64 Orang Indonesia dan Tanahnya
tanah tersebut dapat disamakan dengan bezit ter bede di dalam
bangunan hukum Romawi. 20
Jadi dengan tiga kalimat tersebut, pelanggaran-pelanggaran
hak itu disahkan sebagai tindakan-tindakan yang tidak
melanggar hukum, onrecht ditetapkan sebagai recht. Adapun
pemilik tanah yang sesungguhnya, yaitu yang menyerahkan
tanah itu ter bede, tentu saja adalah pemerintah.
Pengingkaran semacam ini telah dilakukan pula oleh Raffles
ketika ia mengeluarkan sebuah dekrit, yang berbunyi bahwa
seluruh Jawa dinyatakan sebagai pacthoeve (tanah-tanah yang
disewakan)—karena menurut anggapannya, raja-raja Jawa juga
telah berbuat demikian pula. Tetapi van den Bosch, seorang yang
nyata-nyata bukan fanatik adat, dengan terus terang berkata
bahwa anggapan Raffles tersebut secara harfiah adalah suatu
hal yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Alasan-alasan semacam ini yang berusaha menutup-nutupi
suatu pelanggaran hukum (onrecht), pada setengah abad yang
terakhir ini semakin bertambah hebat dikemukakan orang; ia
bahkan dapat dikatakan digunakan oleh hampir setiap orang.
Misalnya jikalau azas domein dinyatakan meliputi juga tanah-
tanah pertanian orang Indonesia, maka lepas dari pertimbangan-
pertimbangan historis, keadaan ini dikatakan sebagai suatu
usaha guna menjamin adanya kepastian hukum dan ketertiban;
jadi bukan disebabkan karena nafsu belaka dan tamak dari
pemerintah. Pengalaman telah memperlihatkan bahwa ini
membantu menciptakan suatu keteraturan (regelmaat).
20 Yang dimaksud dengan bezit ter bede ialah apa yang dapat kita jumpai
dalam bangunan hukum Romawi sebagai rentegevende eigendommen
(eigendom-eigendom yang memberikan bunga). Artinya, pihak lain
dapat memungut bunga dari orang yang memiliki jenis eigendom ini,
dan hak eigendom-nya dapat pula diminta kembali (wederop-zeggens).