Page 99 - Orang Indonesia dan Tanahnya
P. 99
60 Orang Indonesia dan Tanahnya
Mulai saat itu lah tiap-tiap orang pribumi yang membutuhkan
bukti-bukti tertulis dapat meminta supaya diubah menjadi hak
agrarisch eigendom, suatu lembaga hukum yang sama sekali
tidak mereka kenal. Maka jika kita mengingat, bagaimana “bukti
tertulis” dari tahun 1872 tidak dapat diwujudkan—sungguh
terlihat jelas bagaimana tergesa-gesanya tindakan para birokrat
itu; dan sudah empat puluh tujuh tahun lamanya kegagalan ini,
tetapi di dalam masa yang cukup lama itu mereka belum dapat
juga memperbaiki kesalahan tersebut.
Percobaan yang keempat, ialah usaha untuk membebaskan
hak-hak penduduk dari jaring-jaring milik komunal (communaal
bezit) atau milik desa (dorpsbezit), tentu saja dengan segala
tafsiran-tafsirannya, karena hanya dengan pembebasan ini
hak-hak mereka atas tanah-tanah sawahnya—baik subyektif
maupun obyektif—dapat diperbaiki atau diperkuat. Caranya
dengan memberikan kesempatan yang luas bagi suatu konversi,
baik konversi menurut undang-undang maupun diluar undang-
undang, demikian pula dengan jalan memberikan hak eigendom
agraris. Namun untuk hal ini perlu diperhatikan dengan
sungguh-sungguh organisasi dari desa-desa itu. Misalnya harus
diingat bahwa semenjak tahun 1866 di Jawa Tengah dan Timur,
hak ulayat dari desa yang lama ke yang baru akan menjadi sangat
mudah. Jika birokrasi suka mengatur hal ini secara berangsur-
angsur, jadi tidak secara seenaknya diperuntukkan bagi seluruh
pulau Jawa, hasilnya pasti lebih menguntungkan; misalnya
terlebih dahulu diperuntukkan bagi daerah Jawa Barat yang
tidak lagi mengenal milik komunal.
Tetapi peraturan-peraturan agraria bagi daerah-daerah luar
Jawa yang sederhana dan jelas harus didahulukan; kemudian
datanglah giliran pulau Jawa, yang dengan gembira menunggu
pembebasan dari impian konstruksi-konstruksi kita sendiri
yang sudah kolot itu. Sebab sesungguhnya, hak-hak penduduk