Page 96 - Orang Indonesia dan Tanahnya
P. 96

C. Van Vollenhoven  57
                 Tentu saja tidak. Bahkan perlu diingat, bahwa pulau Jawa-
              lah yang menderita paling hebat dan paling lama karena
              pelanggaran-pelanggaran hak yang terjadi selama abad 19.
              Maka pulau Jawa-lah yang memiliki hak lebih besar dari pulau
              manapun juga, atas perbaikan-perbaikan dari hak-hak yang
              sewajarnya dari penduduk, juga atas pemenuhan tuntutan-
              tuntutan dari praktek mengenai tanah-tanah pertanian.

                 Tetapi bagaimanakah sejarah campur tangan pemerintah
              yang bertujuan hendak memperbaiki hak-hak penduduk atas
              tanah-tanah pertaniannya di pulau Jawa? Sebelum tahun 1860,
              maka pemerintah sama sekali tidak mau mengenal akan hak-hak
              penduduk atas tanah-tanah pertaniannya. Hal ini disebabkan
              oleh kerakusan pemerintah yang hanya ingin memperkaya
              keuangan negara; pajak tanah dan tanam paksa telah menyerap
              segenap pikiran-pikiran lain yang bertujuan untuk memperbaiki
              kehidupan penduduk. Para pengawas yang didalam masa-masa
              berikutnya bertugas memperbaiki melindungi rakyat, pada
              kala itu hanya bekerja sebagai pengawas “lancarnya pemasukan
              hasil-hasil pertanian dan hasil-hasil lainnya guna keperluan
              perbendaharaan negara.” Batas-batas tanah sebagai pernyataan
              dari adanya milik perseorangan dianggap tidak ada sama sekali.
              Semua hak-hak tanah dari orang-orang pribumi dengan sangat
              kacau sebanyak mungkin dianggap sebagai suatu  communaal
              bezit. Jadi didalam keadaan yang sengaja dikeruhkan, mereka
              lalu memancing ikan dengan tenangnya.
                 Adapun usaha pertama yang bertujuan untuk mengadakan
              perbaikan ialah dengan diberikannya batas-batas tanah sebagai
              pernyataan daripada adanya hak-hak subyektif. Fransen
              van de Putte, yang karena hembusan yang salah kemudian
              mengusulkan perubahan hak-hak tanah penduduk itu menjadi
              eigendom, telah menunjukkan bahwa ia sangat menghormati
              hak-hak subjektif dari penduduk pribumi. Pendiriannya
   91   92   93   94   95   96   97   98   99   100   101