Page 98 - Orang Indonesia dan Tanahnya
P. 98
C. Van Vollenhoven 59
mengumpulkan hasil-hasil penelitian tersebut (de verzamelaars)
masih saja selalu berputar di dalam lingkaran erfelijk individueel
bezit, communaal bezit, gebruiksaandelen in communalen grond
dan beberapa “hak-hak pengutamaan” (voorkeurrecht)/ “hak-
hak prioritas” (verdoolde prioriteitsrechtrechten) yang kacau
atas tanah-tanah yang tidak dibudidayakan.
Juga beberapa pernyataan beschikkingsrecht yang
sesungguhnya sangat berharga sebagai hasil penelitian
tahun 1867 tidak mereka pergunakan. Di tahun-tahun inilah
dimasukkannya anggapan bahwa ada suatu hak eigendom
agraris yang bersifat setengah Timur dan setengah Barat di pulau
Jawa (een westoostersch agrarisch eigendomsrecht).
Adapun percobaan yang ketiga boleh dikatakan hampir sama
sifatnya dengan percobaan yang pertama, yaitu memberikan
batas-batas dari hak-hak subyektif. Percobaan ini diilhami
oleh pengalaman seorang pegawai pemerintah, yang merasa
kagum pada waktu ia melihat dengan mata kepala sendiri
bagaimana berhasilnya cara-cara pribumi dalam menentukan
batas-batas tanah di pulau Bali. Penentuan batas-batas tanah
ini sesungguhnya hanya pengukuran-pengukuran guna tujuan
landrente yang baru, jadi bukanlah penentuan batas-batas tanah
atau penetapan hak-hak dari si A, si B atau si C, akan tetapi
kemudian ternyata sangat berguna. Pekerjaan ini menjadi lebih
baik lagi, ketika penentuan batas-batas tersebut diambil-alih
oleh dinas topografi sejak tahun 1905. Hanya saja buah dari
usaha ini ternyata tidak dapat dipetik. Sebab tahun72, oleh
para birokrat telah dilahirkan apa yang dinamakan agrarisch
eigendom, dimana kepada orang-orang yang mempunyai
hak ini diberikan pula bukti-bukti tertulis (yang kemudian
ternyata gagal)–sehingga janji yang dibuat pada tahun 1870 yang
memberikan kesempatan kepada para pemilik tanah pertanian
untuk memperoleh suatu sertifikat, kemudian ditarik kembali.