Page 108 - Orang Indonesia dan Tanahnya
P. 108

C. Van Vollenhoven  69
              diusahakan oleh penduduk pribumi berdasarkan atas hak buka
              tanah (ontginningsrecht). Adapun hak-hak yang berdasarkan
              atas hak buka tanah tersebut adalah bezitrecht (hak milik) dan
              genotrecht (hak mengambil manfaat). Jika kedua perumusan
              itu berlaku bersama-sama, maka sawah-sawah yang subur di
              Toloer Minahasa adalah suatu landsdomein (karena tidak ada
              hak eigendom di atasnya), tetapi ladang-ladang yang berpindah-
              pindah di lereng gunung Klabat adalah bukan suatu domein
              negeri, karena disini ada hak berdasarkan hak buka tanah
              (ontginningsrecht) diatas tanah-tanah yang tidak dibudidayakan
              (woestegronden); dengan perkataan lain, untuk menentukan
              apakah sebidang tanah pertanian terhitung suatu domein negeri
              atau tidak, maka orang melihat persoalan, apakah pada waktu
              tanah itu dibuka, disitu masih terdapat suatu tanah liar (bukan
              domein) atau tidak (domein). Untuk daerah Kalimantan Selatan
              dan Timur, maka orang dapat menarik kesimpulan yang ganjil
              ini, karena pertimbangannya menyimpang dari tahun 1874 dan
              1877. Di pulau Sumatera dan daerah Manado, orang akan lebih
              segan untuk bertindak demikian, oleh karena pada tahun 1874,
              perumusan Sumatera tersebut memang dipandang sebagai
              sebuah peraturan yang diperuntukkan bagi pulau Jawa. Juga
              didalam perumusan daerah Manado tidaklah dijumpai kalimat-
              kalimat seperti onverminderen het bepaalde in 1875 (dengan
              tidak mengurangi apa yang ditentukan pada tahun 1875) atau
              met afwiking in zooverre van 1875 (dengan menyimpang dari
              ketentuan 1875).
                 Maka akibatnya muncullah kekacauan dan bertambahnya
              kekaburan, juga ketidakpastian dan kesalahpahaman yang tidak
              kunjung berhenti.
                 Van Deventer, seorang ahli dalam perundang-undangan
              agraria, pada suatu hari mengemukakan pendapatnya yang
              baru, bahwa tanah-tanah dari desa perdikan di Jawa (vrije
   103   104   105   106   107   108   109   110   111   112   113