Page 112 - Orang Indonesia dan Tanahnya
P. 112
C. Van Vollenhoven 73
memperbaiki hak-hak tanah penduduk itu hanyalah menjadi
debat kata-kata belaka. Dengan sendirinya tidak ada seorang
pun yang dapat memperoleh keuntungan dari keadaan ini.
Semua ini sebenarnya sudah cukup merupakan kesalahan-
kesalahan yang berat. Namun masih ada beberapa lagi yang
perlu kita uraikan. Sebagaimana kita ketahui, pada tahun 1894
dan 1895, wilayah-wilayah di Lombok kita masukkan dalam
daerah yang diperintah langsung. Pada waktu itu, kita pun
berkehendak akan mengatur kembali kekacauan agraria di
pulau tersebut. Suatu keadaan kita anggap dapat membantu
menyederhanakan pekerjaan ini. Seratus limapuluh tahun
yang lalu, orang-orang Bali telah menaklukkan pulau tersebut
dan semua hak-hak agraria dari penduduk, baik yang berharga
maupun yang kurang berarti, yang dimiliki oleh perseorangan
maupun oleh golongan telah dimasukkan kedalam kekuasaan
yang mutlak dari raja Bali (semacam hak eigendom dari raja).
Hanya beberapa bidang tanah pertuanan (landheergronden)
yang berangsur-angsur telah diserahkan dengan hak eigendom
Timur kepada beberapa orang yang memang disukai oleh raja,
sehingga tanah-tanah itu dapat dikecualikan dari hak domein
raja. Sesungguhnya hal ini merupakan suatu tindakan yang
praktis jika kita menggantikan hak domein dari raja itu untuk
sementara waktu, meskipun tindakan tersebut kelihatan sebagai
despotisme pihak yang menang. Bertindak lebih kejam lagi
daripada tirani raja-raja memang tidak masuk dalam kamus
kita, bahkan guna mempersiapkan kemajuan ekonomi dan
kemakmuran, banyak orang mengharap agar lambat laun kita
akan mencabut kembali tekanan despotis dari pandangan
domein itu; kemudian hendaknya keadaan bebas seperti
sebelum tahun 1740 dikembalikan secara berangsur-angsur.
Namun mengapa keadaan sebaliknya yang malah terjadi?
Sebab pandangan domein tersebut ternyata dipertahankan

