Page 177 - Orang Indonesia dan Tanahnya
P. 177
138 Orang Indonesia dan Tanahnya
Agrarisch Besluit tahun 1870. Kebutuhan ini telah diselesaikan
dengan betul dan jelas melalui laporan sementara dari parlemen,
secara benar telah menunjukkan pula, bahwa didalam hal
ini suatu perubahan undang-undang belum diperlukan, dan
bahwa para birokrat sesungguhnya telah lama dapat memulai
pekerjaan ini. Tetapi cara pembuktian tertulis yang penting
itu ternyata sangat diperlambat, oleh karena rencana undang-
undang tersebut meneruskan kesalahan dari tahun 1872, yaitu
memperhubungkan pembuktian tersebut dengan perubahan
menjadi eigendom Barat.
Selanjutnya hendaknya larangan pengasingan serta
penggadaian tanah kepada orang-orang Eropa, Tionghoa
dan Arab terus diberlakukan. Namun, dengan memberi
kemungkinan kepada pemerintah untuk meniadakan larangan
ini ditempat-tempat dimana tingkat perkembangan penduduk
telah mengizinkan. Didalam hal ini, maka ayat delapan dari
rencana undang-undang tersebut boleh dikatakan memuaskan.
Hal mengenai dipertahankannya peraturan mengenai
menyewakan tanah (grondverhuur) didalam ayat 9 dari rencana
undang-undang itu juga baik, meskipun untuk menghilangkan
keragu-raguan tentang izin mempersewakan tanah di daerah-
daerah luar Jawa yang belum mengenal suatu peraturan
mengenai hal ini, oleh redaksi istilah geschiedt hendaknya
diubah menjadi geschiedt niet onders dan (lihat lampiran).
Mengenai kepastian hukum bagi masalah tanah pertanian
agar menuntut supaya pengambilan manfaat oleh orang-orang
luaran atas sawah-sawah yang tetap dan juga hak mengambil
manfaat atas ladang yang berpindah-pindah diakui. Hal ini
dikarenakan secara taktis, hak-hak tersebut masih terdapat dan
boleh terjadi. Rencana undang-undang tersebut memasukkan
hal ini didalam timbunan besar dari apa yang disebut “hak-
hak lain daripada penduduk bumiputera” (andere rechten der