Page 187 - Orang Indonesia dan Tanahnya
P. 187
148 Orang Indonesia dan Tanahnya
Baru pada tahun 1917 yang lalu, sebuah harian Bumiputera
di Minahasa telah menggugat masalah tanah-tanah desa yang
“secara melanggar hukum dinyatakan sebagai domein,” dan
tentang terjadinya perampasan-perampasan rekognisi. Pada
tahun 1911, senjata resmi pernyataan domein telah dibekukan
di Sumatera Barat karena pemerintah takut kepada penduduk.
Maka penarikan kembali pernyataan domein dari seluruh
Hindia Belanda, tanpa suatu restriksi dan komplikasi, adalah
merupakan suatu tindakan yang adil serta wajar.
Maka jika sekali domeinverklaring itu telah hapus, akan
bebaslah orang melaksanakan pekerjaan yang pokok ini;
pekerjaan yang berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan
agraris orang-orang Indonesia dan orang-orang Barat.
Menurut keterangan hoofdadvisuur mengenai masalah-
masalah agraria sendiri, maka di dalam tahun-tahun yang
terakhir ini telah terjadi suatu pertukaran pikiran yang “dahsyat”
mengenai “dasar-dasar” (grondslagen) daripada perundang-
undangan agraria yang semakin menjadi suram itu. Suatu
pertukaran pikiran tentang “dasar-dasar” juga disatu pihak
hanya menjalankan ajarannya sendiri tentang individueel dan
communaal bezit dan tentang eigendom agraris, dan dilain
pihak hanya mau menerima keyakinan, bahwa hukum rakyat
yang hidup itu tidak lain adalah suatu hukum yang tidak pasti,
tidak tertulis, dan “dahulu atau besok,” “disini atau disana”
sedemikian berubah-rubah dan menyusahkan.
Tetapi jika sekali orang telah membalik persoalan ini, dan
mulai mengerjakan kepentingan yang penting terlebih dahulu,
padahal belum ada nota-nota sekretariat, belum ada keputusaan
menteri-menteri (depeches), belum ada surat-surat resmi yang
berhubungan dengan ini (missives), bagaimanakah tindakan
yang sebaiknya?