Page 186 - Orang Indonesia dan Tanahnya
P. 186
C. Van Vollenhoven 147
(tidak ada pemberian sebidang tanahpun). Adapun ayat tiga dan
tujuh hendaknya dihapuskan sama sekali.
Mengenai undang-undang dari tahun 1810 tentang
particuliere landerijen (tanah-tanah partikelir), maka ajuran
kami ialah, agar supaya istilah “tot het Staatsdomein terug
te brengen” (dikembalikan menjadi domein negara) diubah
menjadi “tot het landsdomein te brengen” (dikembalikan
menjadi domein negeri). Untuk menghapuskan azas domein
tersebut, maka disamping perubahan-perubahan bentuk seperti
yang telah kami uraikan sebelumnya cukuplah kiranya dengan
sebuah rumus umum dalam bentuk algemenen maatregel van
bestuur, yang berisi, bahwa semua ketentuan-ketentuan yang
disandarkan atas anggapan domeinrecht itu akan tetap berlaku,
seakan-akan ia tidak lagi mengandung anggapan tersebut.
Dengan demikian secara tenang, dalam waktu tiga atau empat
tahun sesudah itu, orang dapat memeriksa kembali naskah-
naskah tersebut satu demi satu.
Maka satu-satunya keberatan yang dianggap keberatan yang
paling besar itu sesungguhnya adalah tersembunyi di sudut
yang lain. Orang takut, kalau-kalau dengan diterimanya bentuk
agraria yang baru itu, maka oknum rezim yang lama tidak lagi
dapat dipergunakan. Jika didalam melaksanakan kebijakan
agraria itu lalu dipergunakan sejumlah orang-orang yang tidak
mau bersikap keras terhadap orang-orang Indonesia, yang tidak
mau mempergunakan peraturan-peraturan Jawa sebagai model
begitu saja, mereka takut kalau-kalau kehormatannya yang
berlebih-lebihan, jabatan-jabatannya yang mulia dan terhormat,
patung-patung emas dan lain-lain upacara yang mewah akan
menjadi lenyap.Memang beberapa pihak akan memandang
hal itu sebagai suatu kerugian bagi negara. Tetapi kepentingan
hukum dari empat puluh tujuh juta orang Indonesia harus
diutamakan.