Page 66 - Orang Indonesia dan Tanahnya
P. 66
C. Van Vollenhoven 27
dianggap sebagai pelanggaran oleh penduduk pribumi,
misalnya dalam soal mewariskan barang-barang milik
keluarga di Minahasa—yang tidak mungkin dipecah
dengan pengertian-pengertian seperti yang ada dalam
Burgerlijk Wetboek.
10. Pada tahun 1912 ada seorang Jawa yang merasa dirugikan
atas hak tanah miliknya lebih dari seribu gulden. Ketika
ia pergi ke kontrolir (pengawas) untuk meminta keadilan,
ia malahan dianggap bersalah dan dihukum kerja paksa
selama delapan hari. Jika ia pergi kepada presiden
landraad, akan dijawab bahwa tak ada waktu terluang
untuk mengurus perkaranya. Jika ia memohon kepada
Gubernur Jenderal pasti tak akan dijawab.
11. Didalam suatu daerah yang subur yang direncanakan
oleh pemerintah untuk diberikan kepada perusahaan-
perusahaan perkebunan asing, seringkali terdapat
“wilayah-wilayah kantong” yang oleh penduduk
diusahakan sebagai sawah atau sebagai tanah pertanian.
Menurut hukum yang berlaku, maka untuk mengambil
“tanah-tanah kantong” tersebut haruslah dengan jalan
“pencabutan hak milik” (onteigening). Tetapi dalam
praktek ternyata mereka menyuruh pergi orang-orang
pribumi itu begitu saja dengan sedikit bayaran.
12. Di sebagian besar kepulauan Indonesia berlaku suatu
gejala hukum yang dikenal dengan istilah voorkeurrecht
atau “hak pengutamaan.” Jika seorang meninggalkan
tanahnya, sedangkan hubungan antara dia dengan
tanahnya itu belum putus, maka ia tetap mempunyai
hak voorkeurrecht tersebut. Berlandaskan hak itu,
maka orang lain yang ingin mengusahakan tanahnya
haruslah meminta izinnya terlebih dahulu. Kelihatannya