Page 120 - Konstitusionalisme Agraria
P. 120
Indonesia. Lebih lanjut disebutkan bahwa “Tanah tidak boleh menjadi
alat penghisapan, tanah untuk penggarap, revolusi Indonesia tanpa
land reform adalah sama saja … omong besar tanpa isi.” Presiden
Soekarno dalam manifesto politiknya menyebutkan bahwa revolusi
agraria adalah inti dari revolusi Indonesia dalam tahap membangun
bangsa sosialis a la Indonsia.
Untuk menindaklanjuti UUPA, tiga bulan setelah disahkannya
UUPA pemerintah mengeluarkan UU No. 56 Tahun 1960 tentang
Penetapan Luas Lahan Pertanian. Wertheim menyebut UU ini
sebagai UU Land Reform di Indonesia (Wertheim, 2008). UU
No. 56 Tahun 1960 menentukan batas maksimum kepemilikan
tanah berdasarkan jenis-jenis tanah (sawah atau lahan kering)
dan kepadatan penduduk. Undang-undang tersebut mewajibkan
kepada orang yang memiliki tanah kelebihan yang melebihi batas
maksimum kepemilikan tanah harus melaporkannya kepada kantor
agraria setempat dalam waktu tiga bulan sejak disahkannya undang-
undang tersebut.
Tabel 1. Batas-batas maksimum atas kepemilikan
tanah menurut UU No. 56 Tahun 1960 tentang
Penetapan Luas Lahan Pertanian
Sawah Lahan kering
Kepadatan penduduk
(Ha) (Ha)
1-50 penduduk per km 2 15 20
51-250 penduduk per km 2 10 12
251-400 penduduk per km 2 7,5 9
Lebih dari 400 penduduk per km 2 5 6
Pada tahun 1960 presiden juga mengeluarkan sejumlah
peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu) yang
berkaitan dengan pelaksanaan land reform, misalkan Perpu No.
3 Tahun 1960 tentang Penguasaan Benda-benda Tetap Milik
Perseorangan Warga Negara Belanda. Di dalam Perpu ini dinyatakan
bahwa semua benda tetap milik perseorangan warga negara Belanda,
Konstitusi Agraria dan Penggunaannya dalam Tiga Rezim Pemerintahan 89