Page 123 - Konstitusionalisme Agraria
P. 123

reform. Surat-surat hutang land reform akan dikeluarkan atas unjuk
            (“aantoonder”) dengan maksud untuk memudahkan yang empunya
            untuk menguangkannya, jika ia tidak suka menunggu sampai surat
            hutang kepunyaannya itu datang gilirannya untuk dilunasi.
                 Sebelumnya, MPR telah mengeluarkan ketetapan mengenai
            GBHN pada tahun 1960 yang juga menjadi landasan bagi pelaksanaan
            land reform. Di dalam MPRS No. II/MPRS/1960 tentang Garis-
            Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahap
            Pertama 1961-1969 dinyatakan bahwa:

                 “Syarat pokok untuk pembangunan tata perekonomian nasional
                 adalah antara lain pembebasan berjuta-juta kaum tani dan rakyat
                 pada umumnya dari pengaruh kolonialisme, imperialisme, feodalisme
                 dan kapitalisme dengan melaksanakan landreform menurut
                 ketentuan-ketentuan Hukum Nasional Indonesia, seraya meletakkan
                 dasar-dasar bagi industrialisasi, terutama industri dasar dan industri
                 berat yang harus diusahakan dan dikuasai oleh negara.”

                 Dalam menjalankan usaha land reform pemerintah melakukan
            redistribusi tanah dalam dua tahapan. Pertama adalah Jawa, Madura,
            Bali, dan Nusa Tenggara Barat (Lombok dan Sumbawa). Tanah yang
            diredistribusi pada tahap awal ini adalah tanah absentee, tanah bekas
            tanah kerajaan (tanah eks-swapraja) dan tanah negara. Tahap kedua
            diagendakan mencakup wilayah Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan
            Wilayah Indonesia lainnya (Luthfi dkk, 2011:15).
                 Pelaksanaan program land reform dilakukan oleh Panitia Land
            Reform berdasarkan Keputusan Presiden No. 131 Tahun 1960 yang
            kepanitiaanya bersifat hierarkis. Panitia pada tingkat pusat di bawah
            pengawasan langsung presiden, provinsi oleh gubernur, kabupaten
            oleh bupati, kecamatan oleh camat dan panitia desa oleh di bawah
            pengawasan administrasi kelurahan.
                 Program land reform yang berlangsung mulai dari 1962 hingga
            1965 diharapkan bisa mengalokasikan tanah seluas 966.150 Ha.
            Namun baru dapat direalisasikan seluas 337.445 Ha. Sedangkan
            penggarap tak bertanah di Jawa, Madura, Bali dan NTT mencapai 3
            juta orang (Luthfi dkk, 2011:16). Data lain menunjukan redistribusi
            tanah di Jawa tahun 1962-1968 telah menyentuh tanah seluas

               92     Konstitusionalisme Agraria
   118   119   120   121   122   123   124   125   126   127   128