Page 128 - Konstitusionalisme Agraria
P. 128

dan terakhir di tahun 1963 selama tiga bulan meninjau pelaksanaan
            land reform di lapangan (Wiradi, 2006:7-8).
                 Saat diundang oleh Presiden Soekarno untuk membantu
            melakukan program serupa di Indonesia, Ladeijensky berpendapat
            program land reform ini akan gagal di Indonesia, karena minimnya
            anggaran pemerintah yang dapat digunakan membeli tanah-tanah
            luas yang akan dibagikan. Juga setelah kunjungannya yang pertama
            (1961) beliau mengatakan bahwa keadaan tanah di Jawa langka dan
            penduduk yang banyak maka ketentuan luas maksimum tidak
            memungkinkan tersedianya tanah yang cukup untuk dibagikan.
            Jika konsistensi pemantau batas pemilikan tanah terus dijaga
            baik batas maksimal maupun minimal tentu persoalan keadilan
            dibidang pertanahan tidak akan merebak. Belum lagi karena ada
            perbedaan antara gagasan dan tindakan pelaksanaan yang tidak
            konsisten, tidak nyambung (disjointed). Gagasannya revolusioner
            tapi pelembagaan pelaksanaannya rumit. Birokrasi di Indonesia
            berbelit-belit. Data tidak akurat, sehingga pelaksanaan redistribusi
            menjadi sulit dan mengalami hambatan di lapangan. Ditambah
            lagi dengan model redistribusi yang tidak sesuai dengan kondisi
            obyektif yang ada. Batas minimum 2 ha yang diberlakukan secara
            menyeluruh dianggap tidak realistis. Untuk melakukan land reform,
            Ladejinsky memberikan saran agar membentuk Panitia Land reform
            yang kerangka dan komposisinya meniru model di Jepang.



            Pembentukan dan Dinamika Kementerian Negara yang
            Berkaitan Dengan Agraria

            Memahami pentingnya permasalahan agraria, Pemerintah Presiden
            Soekarno membentuk Kementerian Agraria. Kementerian ini
            memang belum ada pada kabinet pertama yang disusun oleh Presiden
            Soekarno pada 2 September 1945. Kementerian yang berkaitan
            dengan permasalahan agraria baru dibentuk Kabinet Syahrir II (12
            Maret – 2 Oktober 1946) dalam bentuk Kementerian Pertanian.
            Namun delapan kabinet berikutnya tidak mengatur keberadaan
            kementerian yang nomenklaturnya berhubungan langsung dengan



                    Konstitusi Agraria dan Penggunaannya dalam Tiga Rezim Pemerintahan     97
   123   124   125   126   127   128   129   130   131   132   133