Page 133 - Konstitusionalisme Agraria
P. 133
d. UU No. 51 Prp. tahun 1960 tentang larangan pemakaian tanah
tanpa izin yang berhak atau kuasanya (Lembaran-Negara tahun
1960 No. 158);
e. UU No. 56 Prp. tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah
Pertanian (Lembaran-Negara tahun 1960 No. 174);
f. PP No. 224 tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah
dan Pemberian Ganti Kerugian (Lembaran- Negara tahun 1961
No. 280);
g. UU No. 16 tahun 1964 tentang Bagi Hasil Perikanan (Lembaran-
Negara tahun 1964 No. 97) sepanjang mengenai pelanggaran
ketentuan-ketentuan pidana yang bersangkutan dengan bagi
hasil tambak;
h. Peraturan Pemerintah lainnya yang merupakan pelaksanaan
dari peraturan-peraturan yang disebut dalam huruf a sampai
dengan huruf g di atas;
i. Peraturan-peraturan lainnya yang secara tegas disebut sebagai
peraturan land reform.
Pengadilan dibentuk sampai ke daerah-daerah. Pengadilan
Land Reform Daerah terdiri dari satu kesatuan majelis atau lebih
yang tiap-tiap kesatuan majelis terdiri dari: satu orang hakim
Pengadilan Negeri setempat sebagai Ketua sidang; satu orang
penjabat Departemen Agraria sebagai hakim anggota; tiga orang
wakil organisasi-organisasi massa tani sebagai hakim anggota; dan
dibantu oleh 1 orang panitera atau panitera-pengganti.
Untuk menyikapi ketegangan yang berlangsung di akar rumput
akibat pelaksanaan land reform, tidak lebih dari dua bulan sejak
dikeluarkannya UU tentang Pengadilan Land Reform, Presiden
Soekarno pada tanggal 12 Desember 1964 mengundang seluruh
organisasi politik untuk membahas masalah yang muncul akibat
ketegangan yang terjadi di pedesaan. Pertemuan tersebut melahirkan
Deklarasi Bogor yang berisi kesepakatan agar semua pihak menahan
diri (Luthfi dkk, 2011:17). Tidak banyak catatan yang dapat diperoleh
mengenai pelaksanaan pengadilan land reform. Di kemudian hari,
102 Konstitusionalisme Agraria