Page 218 - Konstitusionalisme Agraria
P. 218
(MS Kaban digantikan oleh Zulkifli Hasan), Kementerian Kelautan
dan Perikanan (Freddy Numberi digantikan oleh Fadel Muhammad
dan Sharif Cicip Sutardjo), Kementerian Lingkungan Hidup
(Rachmat Witoelar digantikan oleh Gusti Muhammad Hatta dan
Balthasar Kambuaya).
Pada periode ini urusan pertanahan diselenggarakan oleh
Badan Pertanahan Nasional. Berbeda dengan sebelumnya yang
menempatkan Kepala Badan Pertanahan sekaligus sebagai Menteri
Negara Agraria, terakhir pada masa Pemerintahan Presiden B.J.
Habibie. Sejak masa Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid,
Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono meletakan
Badan Pertanahan Nasional tidak dirangkap oleh kementerian
negara. Pergantian Kepala Badan Pertanahan Nasional berlangsung
cepat. Dalam masa kepresidenan dari Abdurrahman Wahid,
Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono telah ada
lima kepala Badan Pertanahan Nasional antara lain Surjadi Soedirdja
(1999-2001), Hari Sabarno (2001), Luthfi I Nasution (2001-2005), Joyo
Winoto (2005-2012), dan Hendarman Supandji (2012-2014).
Perluasan Konflik Agraria dan Tumpang Tindih Perizinan
Pemanfaatan Sumber Daya Alam
Kebijakan pemerintahan yang neoliberal dalam konteks pengelolaan
sumber daya alam melahirkan kontestasi berupa konflik yang
semakin meluas dan tumpang tindih pelaksanaan kewenangan
pemerintah sebagai implementasi dari penguasaan atas tanah dan
sumber daya alam lainnya.
Persoalan konflik yang semakin meluas mengindikasikan
konflik di bidang tanah dan sumber daya alam seakan menjadi “bom
waktu” (Kompas, 28/5/2012) dan Badan Pertanahan Nasional tidak
mampu menanganinya sendiri (Kompas, 29/5/2012). Bahkan dampak
dari konflik itu terasa semakin memiskinkan masyarakat karena
terlibat dalam konflik tak berkesudahan (Kompas, 30/5/2012). Hal ini
ditandai dengan ketimpangan penguasaan tanah semakin jomplang.
Konstitusi Agraria dan Penggunaannya dalam Tiga Rezim Pemerintahan 187