Page 214 - Konstitusionalisme Agraria
P. 214
fundamental. Sertifikasi sebagai sebuah alat untuk mengukuhkan
hak kepemilikan individual dengan maksud agar menciptakan rasa
aman bagi setiap individu yang memiliki sebidang tanah. Dengan
legalisasi, maka diandaikan bahwa hak atas tanah semakin kuat
dan semakin berdayaguna. Pada titik ini program pertanahan
neoliberalisme maupun populis seperti yang diuraikan didalam UUPA
1960, tidak jauh bedanya. Perbedaannya, dalam kebijakan pertanahan
neoliberal, legalisasi dijadikan sebagai tahap awal bagi kelanjutan
agenda untuk menciptakan iklim ideal transaksi tanah (Safitri,
2008). Berbeda halnya dengan substansi yang terkandung di dalam
UUPA, dimana ditegaskan bahwa tanah merupakan alat produksi
bagi petani penggarap dan menjadi kewajiban bagi pemiliknya untuk
memaksimalkannya dengan cara menggarap dan berproduksi.
Hal ini sejalan dengan konsep yang diajukan Hernando de
Soto. De Soto adalah seorang ahli ekonomi dari Peru, yang melalui
bukunya The Mystery of Capital: Why Capitalism Triumphs in the
West and Fails Everywhere Else (2000) mengungkap “rahasia” di
balik kapital, khususnya dengan mengaitkannya dengan keberadaan
property (khususnya tanah dan segala yang ada di atas tanah). De
Soto berpandangan bahwa dengan melegalisasi tanah sehingga
mudah mentransformasikannya sebagai modal dalam mekanisme
pasar adalah sebagai rahasia yang memecahkan misteri.
Hernando de Soto pernah datang ke Indonesia pada September
2006 dan sempat memberikan ceramah di depan Presiden dan
Kepala BPN tentang legalisasi aset petani. Paradigma legalisasi asset
tanah sehingga mudah diterima oleh pasar inilah yang menjadi
acuan secara tidak langsung dalam berbagai proyek legalisasi atau
sertifikasi tanah. Telah ada berbagai program legalisasi tanah yang
dikembangkan oleh pemerintah. Misalkan program redistribusi
tanah melalui Program Pembaruan Agraria Nasional tahun 2007-
2014, dan yang paling akhir adalah Program Larasita (Layanan
Masyarakat untuk Sertifikat Tanah). Sasaran dari program tersebut
beragam, mulai dari administrasi pertanahan, formalisasi atau
legalisasi lahan-lahan yang dikuasai masyarakat, penurunan angka
kemiskinan sekaligus mengurangi kesenjangan penguasaan tanah
Konstitusi Agraria dan Penggunaannya dalam Tiga Rezim Pemerintahan 183