Page 252 - Konstitusionalisme Agraria
P. 252
Mahkamah menilai bahwa prinsip sebesar-besar kemakmuran
rakyat dalam cabang produksi migas mengandung pengertian
bukan hanya harga murah maupun mutu yang baik, tetapi juga
adanya jaminan ketersediaan BBM dan pasokan bagi seluruh lapisan
masyarakat. Dengan ketentuan Pasal 22 ayat (1) undang-undang
tersebut yang mencantumkan kata-kata “paling banyak” maka hanya
ada pagu atas (patokan persentase tertinggi) tanpa memberikan
batasan pagu terendah, hal ini dapat saja digunakan oleh pelaku
usaha sebagai alasan yuridis untuk hanya menyerahkan bagiannya
dengan persentase serendah-rendahnya (misalnya hingga 0,1%).
Oleh karena itu, Mahkamah menganggap kata-kata “paling banyak”
dalam anak kalimat “.... wajib menyerahkan paling banyak 25%
(duapuluh lima persen) ...” harus dihapuskan karena bertentangan
dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Dengan demikian, Mahkamah
Konstitusi meyakini bahwa pemenuhan kebutuhan dalam negeri
harus diutamakan dan tidak boleh dibatasi hanya paling banyak 25%
dari bagian hasil produksi minyak dan/atau gas bumi dari badan
usaha tetap di bidang perminyakan dan gas.
3. PUU Kehutanan I: Konstitusionalitas tambang di dalam
kawasan hutan lindung
Pemohon dalam pengujian UU No. 19 Tahun 2004 yang
merupakan perubahan atas UU No. 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan terdiri dari 11 (sebelas) lembaga swadaya masyarakat
yang bergerak atas dasar kepedulian terhadap lingkungan hidup
dan penghormatan, pemajuan, perlindungan, serta penegakan
hukum dan keadilan, demokrasi, serta hak asasi manusia, dan 81
(delapan puluh satu) orang Warga Negara Indonesia (WNI) sebagai
perseorangan yang meliputi para warga masyarakat yang tinggal di
lokasi beroperasinya 13 (tiga belas) perusahaan pertambangan di
hutan lindung yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden No.
41 Tahun 2004 dan para warga masyarakat aktivis lingkungan, serta
para mahasiswa anggota organisasi pecinta alam.
Konstitusi Agraria dan Mahkamah Konstitusi 221